BacaJuga
Jakarta – Kabar gembira datang di penghujung tahun. Sempat dinyatakan punah pada tahun 2020, ikan belida Chitala lopis (C. lopis) ditemukan kembali di Pulau Jawa. Spesies belida ini terakhir ditemukan di pulau Jawa 172 tahun yang lalu (tahun 1851).
Penemuan ini juga memperluas sebaran keberadaan C. lopis yaitu di tiga pulau, yakni Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Tak hanya itu, penemuan melalui kolaborasi riset antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Food and Agriculture Organization, Yayasan Selaras Hijau Indonesia, Universitas Jambi, Charles Sturt University Australia, Museum Vienna, Austria dan Universite Montpellier, Perancis juga menjawab persoalan taksonomi genus Chitala di Indonesia.
Dalam pers release BRIN, sebelumnya The International Union for Conservation of Nature (IUCN) Redlist pada tahun 2020 pernah merilis kepunahan C.lopis di Pulau Jawa. Penemuan kembali ikan belida ini berasal dari hasil koleksi yang dikumpulkan sejak November 2015 hingga September 2023 pada 34 lokasi di Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Setelah dilakukan perbandingan data hasil sekuensing Deoxyribonucleic Acid (DNA) barcoding dengan data genetik global Barcode of Life Data (BOLD) dan karakterisasi morfologi yang dibandingkan dengan koleksi spesies Chitala lopis yang tersimpan di Natural History Museum, London, akhirnya tim peneliti meyakini bahwa spesies tersebut adalah C. lopis. Keabsahan penemuan tersebut dirilis dalam jurnal bereputasi tinggi (Q1) di Jerman yaitu Journal of Endangered Species Research Volume 52, November 2023 (https://doi.org/10.3354/esr01281).
Arif Wibowo, Peneliti dan Kepala Pusat Riset Konservasi Sumber Daya Laut dan Perairan Darat BRIN yang terlibat dalam penemuan tersebut mengungkapkan, spesies yang termasuk Famili Notopteridae dan Ordo Osteoglossiformes adalah ikan purba yang memiliki bentuk sirip seperti kipas.
“Jika ditinjau secara intraspesifik, jarak genetik C. lopis, C. hypselonotus dan C. borneensis sangat rendah, sehingga pembeda gen mitochondrial antar spesies tidak identik. Karakter morfologi C. lopis memiliki tinggi tubuh posterior dan panjang pre-dorsal lebih dominan dibandingkan dengan C. bornensis. Evolusi C. lopis diperkirakan terjadi sejak 1.200 tahun yang lalu,” ungkap Arif.
Tak hanya membantah kepunahan C.lopis, penemuan ini juga menjawab persoalan taksonomi ikan belida di Indonesia. Menurut para ahli, mayoritas ikan belida di Indonesia termasuk dalam spesies C. lopis. Namun jenis lain yang sering ditemukan adalah C. borneensis dan C. hypselonotus. “Kelimpahan dan sebaran ketiga jenis ikan tersebut mengalami penurunan di pulau Sumatera dan Jawa. Bahkan status C. hypselonotus terakhir ditemui pada tahun 2015,” lanjutnya.
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi, terdapat empat spesies famili Notopteridae yang dilindungi, tiga diantaranya adalah C. lopis, C. borneensis, dan C. hypselonotus. IUCN mengungkapkan spesies Chitala termasuk spesies dengan kategori Least Concern yang mengindikasikan tingkat resiko kepunahan masih rendah di Indonesia, kecuali C. lopis yang dianggap punah. Oleh karena itu status konservasi pada IUCN perlu dievaluasi pada sebaran C. lopis di Indonesia bukan hanya di pulau Jawa dan diperlukan revisi status konservasi C. hypselonotus dan C. borneensis dari Least Concern menjadi Critically Endangered (kritis) dikarenakan keterbatasan stok dan sebaran. (Bon/Redaksi)