MEDIAETAM.COM – Januari 2021, diperkirakan uji klinis vaksin oleh Bio Farma bakal rampung. Selanjutnya, vaksin akan mendapatkan izin dari BPOM dan siap diedarkan.
Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir mengatakan ada 340 juta dosis vaksin Covid-19 yang akan diberikan secara bertahap untuk 170 juta orang. Hal ini dikarenakan satu orang mendapatkan dua dosis vaksin Covid-19.
BacaJuga
Hingga pekan kedua Oktober, sudah ada 1.620 relawan yang sudah mendapat suntikan vaksin pertama. Sedangkan, sudah ada 1.074 relawan yang mendapat suntikan kedua. Lalu, ada 671 relawan yang mendapat suntikan kedua diambil darahnya untuk diuji. Dari laporan tersebut, disebut Honesti belum ada indikasi hasil pengujian yang bakal menghambat. Sehingga, diharapkan bisa selesai pada Januari.
Sedangkan, pendistribusian vaksin baru bisa dilakukan ketika uji klinis tahap III yang dilakukan Bio Farma selesai. Uji klinis tahap ketiga yang dilakukan Bio Farma itu merupakan bagian dari uji klinis global vaksin Covid-19 buatan Sinovac, yang juga dilakukan oleh negara lain seperti Bangladesh dan Brazil.
“Pada tahap pertama, uji klinis dilakukan untuk melihat keamanan vaksin. Sementara uji klinis tahap kedua, dilakukan untuk melihat apakah vaksin memiliki keampuhan atau evikasi terhadap penyakit,” paparnya.
Terakhir, uji klinis tahap ketiga dilakukan untuk mengonfirmasi temuan pada uji klinis tahap pertama dan kedua, dengan relawan yang lebih banyak dan beragam.
“Setelah uji klinis pada Januari ini selesai. Kami akan melapor ke Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) untuk mendapatkan emergency use authorauthorization (EUA),” kata Honesti.
Sementara itu, Direktur Registrasi Obat BPOM, Lucia Rizka Andalusia, menjelaskan emergency use authorauthorization (EUA) terkait vaksin ini bisa diberikan dalam kondisi darurat. Meski demikian, BPOM tetap punya standar yang harus dipenuhi suatu produk medis sebelum mendapat EUA. Standar ini pun tidak main-main, karena rujukannya adalah WHO.
Dia menjelaskan, EUA bukan merupakan izin edar. Oleh karena itu produk medis yang mendapat EUA, seperti vaksin COVID-19, hanya didistribusikan dan digunakan secara terbatas. EUA juga bisa diberikan karena tidak ada lagi alternatif obat atau terapi yang telah disetujui untuk mengobati penyebab kondisi kedaruratan kesehatan.
“Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Badan POM dalam pemberian emergency use authorization itu dengan pertimbangan risk-benefit. Tentunya harus lebih besar kemanfaatannya dibandingkan risiko,” jelas Lucia.