Mediaetam.com, Tenggarong – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Kartanegara (Kukar) menargetkan menyelesaikan 32 rancangan peraturan daerah (Raperda) pada tahun 2021 ini.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Ahmad yani saat diwawancarai Mediaetam.com, di ruangannya beberapa waktu yang lalu.
“Ada 7 yang sementara digodok, tiga di antaranya inisiatif DPRD, target Maret atau April sudah disahkan,” ucapnya.
Tiga raperda inisiatif DPRD Kukar ialah, pertama perubahan perda nomor 12 tahun 2017 tentang badan usaha milik daerah PT. Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM). Perubahan harus dilakukan, kata Ahmad Yani, sejalan dengan adanya temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kaltim.
Ahmad Yani menilai, ketika ada ketidaktepatan pengelolaan keuangan daerah terkhusus Partisipasi Interens (PI)10 persen Blok Mahakam, mau tidak mau perda tersebut harus diperbaiki.
“Apakah nanti PI 10 persen tetap dikelola oleh PT Mahakam Gerbang Raja Migas (PT. MGRM), itu nanti akan ditelusuri pansus lebih jauh karena itu juga sesuai dengan arahan BPK,” kata Ahmad Yani.
“Yang paling penting sebenarnya kita tidak mau lagi ada saham PT. KSDE dan PT. Tunggang Parangan yang ada juga di MGRM karena sama-sama peruda sama-sama perseroda,” lanjut Ahmad Yani.
Dirinya menghawatirkan, masuknya dua Perseroda hanya berniat menerima serpihan PI 10 persen.
Menurutnya, hal tersebut tidak benar dan tidak etis. Sehingga pansus, dalam hal ini Bapemperda, setelah mengkaji menilai hal tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu.
“Berbicara blok yang lain kita berharap pemerintah daerah maupun DPRD membuat perusda baru yang memang mengurusi blok masing-masing yang ada,” kata Ahmad Yani.
Kemudian terkait perubahan perda nomor 3 tahun 2017 tentang partisipasi lokal terhadap industri ekstraktif minyak dan gas bumi.
Dirinya mengungkapkan jikalau memberikan aturan dan memberdayakan masyarakat lokal hanya di sektor Migas, dirasa tidak clear karena diluar diluar Migas ini lebih besar.
Seperti sektor pertambangan batu bara, sektor kehutanan atau perkebunan yang lebih jelas dan letaknya memang ada di lokasi masyarakat.
“Kalo Migas itukan hanya orang orang tertentu dan penguasa lokal tertentu saja yang bisa mengakses,” kata Ahmad Yani.
Pihaknya akan memperluas sehingga masyarakat bisa berpartisipasi dalam hal berbisnis maupun bekerja dalam industri tersebut.
Yang ketiga terkait dengan perda nomor 26 tahun 2016 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan.
Ahmad Yani menilai harus ada perbandingan antara persentasi perempuan maupun laki laki yang bekerja pada instansi, baik itu di kantor bupati maupun kantor desa.
“Artinya tidak ada pembedaan siapa yang berprestasi mau laki-laki dan perempuan dan tentukan persentasi nya harus clear dan ada,” kata politisi PDI Perjungan tersebut.
Menurut Ahmad Yani, di kecamatan dan desa, porsi perempuan yang bekerja juga harus memegang peran yang sama dengan laki laki.
“Jadi tidak ada perbedaan disini,” ucapnya.
Dengan adanya perda ini, kata Ahmad Yani, itu juga memberikan peluang yang besar terhadap perempuan.
“Misalnya kalau perlu camat itu jangan laki laki saja yang banyak. Tapi kalau perlu perempuan ada 9 camat dari 18 kecamatan,” kata Ahmad Yani. (Akbar)