TENGGARONG – Sidang pleno Dewan Pengupahan Kabupaten Kutai Kartanegara resmi menyepakati besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) tahun 2026. Rapat berlangsung pada Senin (22/12/2025) di Kantor Bupati Kutai Kartanegara dan diwarnai perdebatan panjang antar unsur yang terlibat.
Sidang pleno tersebut melibatkan unsur pemerintah daerah melalui Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serikat pekerja/buruh, akademisi, serta Badan Pusat Statistik (BPS).
Perhitungan UMK Mengacu PP 49 Tahun 2025
Penetapan UMK 2026 mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 yang ditetapkan pemerintah pusat pada 17 Desember 2025. Dalam aturan tersebut, perhitungan upah minimum dilakukan dengan formula:
Upah Minimum Tahun 2026 = Upah Minimum 2025 + Nilai Penyesuaian Tahun 2026
Adapun nilai penyesuaian dihitung dari tingkat inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi daerah yang dikalikan dengan nilai alpha, dengan rentang alpha 0,5 hingga 0,9.
Ketua Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Logam FSPMI Kutai Kartanegara sekaligus anggota Dewan Pengupahan dari unsur serikat pekerja, Andhityo Khristiyanto, menyebut pihak pengusaha awalnya mengusulkan penggunaan alpha terendah.
“Unsur Apindo mengusulkan alpha 0,5 dengan alasan stabilitas dan kemampuan dunia usaha. Namun kami dari serikat pekerja menolak keras karena upah buruh Kukar saat ini masih jauh dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Kalimantan Timur,” tegas Andhityo.
Saat ini UMK Kutai Kartanegara 2025 tercatat sebesar Rp3.766.379, sementara KHL Kalimantan Timur mencapai Rp5.735.353.
Kesepakatan Alpha 0,75, UMK Naik Jadi Rp3,99 Juta
Setelah melalui perundingan alot, pihak Apindo menaikkan usulan alpha menjadi 0,7. Serikat pekerja kemudian mengusulkan alpha 0,8, hingga akhirnya seluruh unsur Dewan Pengupahan menyepakati penggunaan alpha 0,75.
Dengan kesepakatan tersebut, UMK Kutai Kartanegara 2026 ditetapkan sebesar: Rp3.991.797. Angka ini mengalami kenaikan Rp225.418 atau 6 persen dibanding UMK 2025
“Ini memang belum ideal dan masih jauh dari KHL, tapi setidaknya menjadi langkah awal agar buruh Kutai Kartanegara bisa mencapai KHL secara bertahap,” ujar Andhityo.
UMSK Penunjang Migas Ditetapkan untuk Pertama Kalinya
Usai penetapan UMK, sidang dilanjutkan dengan pembahasan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK). Hal paling menonjol dalam rapat ini adalah disepakatinya Upah Minimum Sektoral Penunjang Migas, yang untuk pertama kalinya diberlakukan di Kutai Kartanegara.
“Upah sektoral penunjang migas ini bukan pemberian cuma-cuma, tapi hasil perjuangan panjang Serikat Pekerja Logam FSPMI Kutai Kartanegara,” kata Andhityo.
Ia menegaskan, Kutai Kartanegara merupakan daerah penghasil migas terbesar di Kalimantan Timur bahkan se-Kalimantan, sehingga sudah selayaknya pekerja penunjang migas mendapatkan upah lebih layak.
Dalam sektor penunjang migas, serikat pekerja meminta alpha maksimal 0,9 dan akhirnya disepakati. Beberapa sektor strategis lainnya juga ditetapkan dengan nilai alpha berbeda, mulai dari 0,5 hingga 0,9, sesuai karakteristik risiko dan kemampuan industri.
Rapat Memanas, Buruh Lakukan Pengawalan
Sidang pleno sempat berlangsung tegang dan memicu aksi pengawalan dari anggota Serikat Pekerja Logam FSPMI Kutai Kartanegara di halaman Kantor Bupati.
Wakil Ketua PC FSPMI Kutai Kartanegara, Nina Iskandar, menyoroti masih rendahnya kesejahteraan buruh penunjang migas lokal.
“Pekerja lokal penunjang migas selama ini paling termarginalkan. Kontrak kerja sering hanya hitungan bulan, mudah di-PHK, dan diganti pekerja baru demi efisiensi semata,” ujar Nina.
Ia juga menyoroti disparitas upah antara buruh penunjang migas di Kutai Kartanegara dan Kota Bontang.
“Bagaimana mungkin daerah penghasil migas terbesar di Kaltim hanya memberi upah UMK Rp3,7 juta, sementara UMSK penunjang migas di Bontang sudah mencapai Rp4,9 juta,” tegasnya.
Berita Acara Ditandatangani, Menunggu Pengesahan Gubernur
Kesepakatan akhir dicapai sekitar pukul 17.00 Wita. Berita Acara Sidang Pleno Dewan Pengupahan Kutai Kartanegara telah ditandatangani dan selanjutnya akan diajukan kepada Gubernur Kalimantan Timur melalui Bupati Kutai Kartanegara.
“Kami berharap Bupati dan Gubernur mendukung penuh keputusan ini tanpa menurunkan nilai alpha yang telah direkomendasikan,” pungkas Andhityo.
Meski UMK dan UMSK 2026 masih berada di bawah KHL Kalimantan Timur, Serikat Pekerja Logam FSPMI–KSPI Kutai Kartanegara menyatakan komitmennya untuk terus memperjuangkan upah layak bagi seluruh buruh di tahun-tahun mendatang.
Redaksi Media Etam








