COP 30 dan Proyek Transisi Energi cuma Omon-Omon, XR Kaltim Bunga Terung Desak 3 Tuntutan

CUMA OMON-OMON: XR Kaltim Bunga Terung menuntut tindakan nyata dan tepat dalam proyek transisi energi. (IST)

SAMARINDA – Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 atau COP 30 resmi berlangsung di Belém, Brasil, pada 16 November 2025. Indonesia mengirim sekitar 450 delegasi dan dipimpin langsung oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusuma. Delegasi Indonesia menegaskan bahwa transisi energi dan perdagangan karbon menjadi fokus utama dalam pembahasan global tahun ini.

Pemerintah menyatakan komitmennya mempercepat transisi energi dengan mendorong pengembangan energi terbarukan. Menyebut transisi energi adalah langkah penting mengurangi ketergantungan pada energi fosil menuju sumber yang lebih bersih.

Bacaan Lainnya

Namun, kelompok lingkungan menilai bahwa komitmen tersebut belum terbukti nyata.

Proyek Transisi Energi Dinilai Kontradiktif

Meski pemerintah menyiapkan anggaran besar—diperkirakan mencapai USD 25–30 miliar hingga 2030 atau sekitar Rp 350–420 triliun—XR Kaltim Bunga Terung menyebut implementasi di lapangan justru memperburuk kondisi lingkungan.

“Faktanya, transisi energi di Indonesia masih sebatas omon-omong. Di lapangan justru makin banyak hutan yang rusak atas nama energi terbarukan,” kata XR Kaltim Bunga Terung dalam pernyataannya, Minggu.

Dalam rilisnya, mereka menegaskan bahwa pembangunan fasilitas energi terbarukan sering menjadi alasan pembukaan hutan dan ekspansi tambang mineral strategis seperti nikel, bat bara, dan pasir silika.

“Proyek-proyek ini dibungkus dengan narasi hijau, tetapi realitasnya tetap eksploitatif,” demikian kutipan dari rilis tersebut.

Kaltim Tetap Jadi Raja Batubara

Kalimantan Timur menjadi wilayah dengan kontradiksi paling besar. Meski membawa embel-embel transisi energi, provinsi ini masih sangat bergantung pada batubara. Produksi batubara Kaltim mencapai 268 juta ton pada 2020 dan melonjak menjadi 368 juta ton pada 2024—sekitar 44 persen dari total nasional.

“Selama pemerintah tidak menghentikan ketergantungan industri pada batubara, transisi energi hanya akan menjadi retorika,” ujar Bunga Terung.

Kerusakan hutan juga tak terhindarkan. Pada 2024, Kaltim kehilangan 44.483 hektare kawasan hutan. Kutai Timur menjadi penyumbang tertinggi dengan deforestasi mencapai 16.578 hektare, terutama akibat ekspansi tambang batubara.

Tiga Tuntutan XR Kaltim Bunga Terung

Melihat situasi ini, XR Kaltim Bunga Terung menyampaikan tiga tuntutan keras kepada pemerintah pusat dan daerah:

1. Menghentikan Ketergantungan negara dan Kalimantan Timur pada bahan bakar fosil, dan memutus semua Proyek transisi Energi yang menggunakan bakar fosil sebagai sumber energi utama termasuk menghentikan pasokan batubara pada smelter-smelter nikel .

2. Segera menghentikan proyek tipu-tipu atas nama Transisi Energi. Proyek ini harus dilakukan dengan cara yang adil dan berkelanjutan, dengan memberi perlindungan terhadap lingkungan dan hak-hak masyarakat dalam proses transisi energi.

3. Mengedepankan partisipasi masyarakat dan menjamin veto masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait transisi energi. (gis)

Bagikan:

Pos terkait