Siswa SMA Boleh Ikut Demo, Pakar Hukum Unmul: Tak Langgar UU Perlindungan Anak Asalkan ….

Ilustrasi: Siswa SMA sedang mengikuti demonstrasi di Jakarta. (Kompas)

Menanggapi larangan siswa SMA mengikuti aksi unjuk rasa dan klaim bahwa anak di bawah 18 tahun yang ikut demo telah melanggar UU Perlindungan Anak. Pakar Hukum Unmul Herdiansyah Hamzah menyebut pelajar memiliki hak konstitusi untuk mengungkapkan ekspresi. Pun tidak melanggar undang-undang selama memenuhi syarat berikut ini.

Seperti aksi-aksi besar sebelumnya. Gelombang demonstrasi pada akhir Agustus yang berawal dari ketidakpuasan masyarakat terhadap DPR RI. Tidak hanya menyeret mahasiswa. Masyarakat umum dari berbagai profesi hingga pelajar juga ikut serta.

Bacaan Lainnya

Lalu melihat situasi di Jakarta, di mana selama demonstrasi besar-besaran berlangsung. Telah banyak fasilitas umum yang rusak, diduga akibat aksi anarkisme. Membuat Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengeluarkan imbauan agar pelajar tidak perlu ikut-ikutan demo.

Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengonfirmasinya sendiri. Meski tidak secara gamblang menyebutkan larangan. Ia menegaskan bahwa demo bukanlah tugas dari pelajar dan meminta guru mencegah siswanya ikut dalam aksi unjuk rasa.

Imbauan ini cepat ditangkap oleh Dinas Pendidikan di berbagai provinsi, termasuk juga Kalimantan Timur. Disdikbud Kaltim bahkan secara terang-terangan melarang siswa SMA sederajat mengikuti unjuk rasa dan akan memberi sanksi bagi sekolah yang kecolongan.

Komnas HAM dan KPAI Beda Pandangan

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, larangan ikut berdemo tak serta merta berlaku untuk semua anak. Mereka yang sudah memasuki usia remaja (SMA sederajat) sudah memiliki hak mengikuti unjuk rasa di jalanan.

“Anak-anak juga memiliki hak untuk berkumpul dan menyuarakan pendapat. Jadi anak-anak juga dibagi umurnya, tidak semua anak-anak tidak boleh menyuarakan pendapat, tidak boleh berkumpul,” ujar Choirul melansir Kompas.

Alasan mengapa remaja sudah memiliki hak menyampaikan aspirasi adalah karena mereka sudah bisa menilai. Apakah suatu tindakan berhubungan dengan kepentingannya sebagai warga negara atau tidak.

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia punya pandangan lain. Komisioner KPAI, Sylvana Maria Apituley, menegaskan bahwa anak ataupun remaja, asal masih di bawah 18 tahun, tidak boleh mengikuti agenda demonstasi atau kegiatan politik. Jika terlibat, berarti mereka telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.

“Anak-anak tidak boleh dilibatkan dalam aktivitas politik orang dewasa karena hal itu melanggar hak anak dan tidak sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Sylvana Selasa lalu, melansir TVOne.

Kata Pakar Hukum Unmul

Akademisi Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menilai, perlu penjabaran lebih untuk menilai kelayakan remaja terlibat dalam aksi unjuk rasa. Landasan utamanya adalah hak konstitusi untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

“Ekspresi itu tidak bisa dibatasi, termasuk ekspresi yang disampaikan oleh siswa SMA sederajat. Pelajar punya hak yang sama dengan mahasiswa dan masyarakat umum. Itu dijamin dalam UUD 1945,” ujarnya pada Media Etam, Minggu siang.

Selain itu, jika pelajar SMA memenuhi kualifikasi, artinya mereka tidak melanggar UU Perlindungan Anak. Syarat pertama yang harus terpenuhi adalah pelajar tersebut mengikuti demonstrasi karena keinginannya sendiri.

“Enggak ada pelanggaran UU Perlindungan anak, selama mengikuti aksi demonstrasi adalah inisiatifnya sendiri.”

“Kalau anak-anak dianggap tidak memiliki inisiatif, wah itu justru kita mengekang kebebasan mereka untuk menyampaikan ekspresinya kan?”

Karena itu, Herdiansyah meminta para pelajar SMA yang bermaksud mengikuti aksi akbar 1 September di DPRD Kaltim. Agar mereka mengetahui dulu duduk persoalannya. Lalu menimbang, apakah masalah-masalah yang masuk dalam tuntutan sesuai dengan keresahannya atau tidak.

Jika mereka bergabung dengan niat ikut-ikutan, mencari keseruan belaka, ataupun niat melakukan kekerasan, alias tidak memahami substansi demo sama sekali. Lebih baik tetap berada di sekolah.

Melanggar UU Perlindungan Anak kalau ….

Lebih lanjut, Herdiansyah mengatakan ada situasi yang membuat keterlibatan pelajar menjadi pelanggaran hukum. Yakni adanya pemaksaan.

“Jadi dalam konteks Perlindungan Anak, itu tidak sampai ke sana menurut saya. Kecuali ada upaya pemaksaan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Tapi kalau itu ekspresi verbatim dari dalam dirinya justru itu yang harus dijamin (kebebasannya),” pungkasnya. (gis)

Bagikan:

Pos terkait