TENGGARONG – Direktur PT Tunggang Parangan (TP) Kutai Kartanegara, Awang Muhammad Luthfi, meluruskan sejumlah kabar miring terkait layanan pandu tunda di Sungai Mahakam yang mereka kerjakan. Menurutnya, banyak informasi yang beredar di media sosial tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
“Pandu Tunda itu operasinya pemerintah. Jadi semua kapal yang melintas di Sungai Mahakam wajib pandu. Dulu yang dapat lelang pelimpahan oleh Kementerian Perhubungan itu Pelindo, jadi kami kerja sama, berbagi tugas Pelindo pegang pandu, kami di bagian tunda,” jelas Awang kepada mediaetam.com, Selasa (29/10/25).
Apa Itu Pandu dan Tunda?
Layanan pandu dan tunda di perairan sungai adalah dua jenis pelayanan kapal yang bertujuan menjaga keamanan dan kelancaran lalu lintas kapal.
Layanan Pandu: berupa bantuan dari pemandu kapal (marine pilot) kepada nakhoda untuk menavigasi kapal saat masuk, keluar, atau bergerak di perairan terbatas seperti pelabuhan atau sungai. Pandu memberikan arahan agar kapal tidak kandas, menabrak, atau mengganggu kapal lain.
Layanan Tunda: menggunakan kapal tunda (tugboat) untuk mendorong atau menarik kapal besar, terutama saat berlabuh, bersandar, atau bermanuver di area sempit.
Keduanya diatur oleh otoritas pelabuhan untuk memastikan keselamatan pelayaran dan efisiensi operasional di wilayah perairan sungai.
Di Sungai Mahakam, kedua layanan ini dilakukan selain untuk memaksimalkan pendapatan daerah, juga untuk memastikan kapal-kapal angkutan batubara, kayu, dkk tidak menabrak jembatan ataupun bangunan lainnya.
Yang Didapatkan PT Tunggang Parangan
Biaya operasional layanan tunda tidaklah murah. Satu kapal tunda saja harganya bisa mencapai Rp30 miliar, sementara biaya sewanya berkisar Rp300–400 juta per bulan. Karena itu, PT Tunggang Parangan harus bermitra agar tetap bisa beroperasi dengan efisien.
“Dari pendapatan, Pelindo ambil 20 persen, sisanya 80 persen dibagi untuk biaya utang lama, pajak, dan beban lainnya. Nah, dari situ kami dapat sekitar 10–15 persen bersih setelah potong pajak dan lain-lain,” ujarnya.
Awang menepis rumor yang menyebut jumlah kapal yang melintas mencapai 3.000 unit. Menurutnya, angka itu tidak benar. “Kapal yang melintas fluktuatif, antara 800 sampai 1.000 kapal per bulan, tergantung kondisi dan aktivitas batu bara. Jadi tidak ada 3.000 kapal,” tegasnya.
Sumbangsih PAD
Soal kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sempat dipertanyakan publik. Dari total pendapatan kotor sekitar Rp20 hingga Rp26 miliar per tahun, sebagian besar digunakan untuk membayar hutang lama, pajak, dan pesangon.
“PAD itu 30 persen dari keuntungan bersih, bukan dari total pendapatan. Tahun lalu sekitar Rp500 juta, tahun ini naik jadi Rp900 juta. Itu hasil yang sudah diaudit,” ungkapnya.
Meski sempat merugi selama 21 tahun, Awang mengaku tiga tahun terakhir menjadi titik balik PT Tunggang Parangan.
“Sekarang layanan pandu tunda bisa menyumbang PAD Kukar. Semua kami kelola dengan transparan,” pungkas Awang.
Penulis: Nur Fadillah Indah/mediaetam.com








