SAMARINDA — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) kini bergerak lebih agresif untuk menjadikan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebagai tumpuan baru sistem kelistrikan dan ekonomi daerah. Meski gagasan tentang transisi energi sudah digaungkan lebih dari 15 tahun lalu, realisasinya banyak tertahan oleh berbagai tantangan.
Sekretaris Daerah Kaltim Sri Wahyuni menyatakan bahwa kunci keberhasilan transformasi ini adalah komitmen semua pihak serta dorongan nyata ke hilirisasi industri. Pernyataan itu disampaikannya saat membuka Indonesia Sustainability Energy Week (ISEWGR) di Samarinda, Senin, 13 Oktober 2025.
“Transformasi ekonomi dan energi telah lama kita gaungkan, namun perlu komitmen kuat seluruh pihak untuk mendukung serta mengimplementasikannya,” kata Sri Wahyuni.
Implementasi Nyata: PLTS, Biogas, dan Potensi Lain
Berbagai langkah konkret telah dilakukan Pemprov Kaltim dalam beberapa tahun terakhir untuk memperkuat keberlanjutan transisi energi, misalnya:
PLTS di desa terpencil: Dinas ESDM Provinsi Kaltim mencatat bahwa saat ini sudah ada 72 desa terpencil di empat kabupaten yang telah “terang” berkat pemasangan panel surya (PLTS).
Biogas dari limbah peternakan: Sejak 2012 hingga 2024, program dinas ESDM telah memfasilitasi pembangunan sekitar 575 unit instalasi biogas untuk rumah tangga peternak.
Optimalisasi EBT terintegrasi pada sektor sawit: Pemprov melalui Bappeda dan Dinas ESDM pernah mengadakan rapat optimalisasi pemanfaatan EBT pada badan usaha perkebunan sawit, dalam aksi Mandiri Energi Terbarukan Kaltim (AMET-Kaltim).
Penyelarasan investasi pembangkit EBT: Dinas ESDM Kaltim menyelenggarakan forum penyelarasan potensi EBT, menghimpun pemangku kepentingan seperti PLN, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), swasta, dan badan internasional agar proyek PLTS, PLTA, dan biometana dapat dipercepat.
Perencanaan ekonomi berbasis energi bersih: Dalam forum konsultasi daerah (FKD) Kaltim, skenario pembangunan ekonomi berbasis EBT — meliputi PLTS, PLTA, dan biometana — dimasukkan sebagai fondasi transformasi dari ekonomi batu bara ke energi hijau.
Target kebijakan dan regulasi: Transformasi energi juga diatur dalam RPJMD Kaltim, dengan target bauran EBT minimal 70 persen pada 2030, dan dukungan dari Bank Indonesia lewat pembentukan Tim Transformasi Ekonomi Kaltim serta sinergi investasi non-ekstraktif.
Kaltim Mampu Lewati Rintangan?
Langkah-langkah tersebut menunjukkan bahwa Pemprov Kaltim tak hanya berwacana, tetapi mulai bergerak ke arah konkret. Namun, tantangan berat masih membayangi, seperti infrastruktur transmisi dan distribusi listrik yang masih terbatas di daerah terpencil. Skema pembiayaan yang masih kurang memadai untuk proyek EBT berskala besar. Kerangka regulasi daerah dan dukungan pusat yang harus selaras agar investasi EBT bisa menarik. Kesiapan industri lokal dan kapasitas teknologi untuk menyerap energi bersih dalam proses produksi
Jika bisa diatasi, transisi ini tak hanya akan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, tetapi juga membuka peluang investasi baru, menciptakan lapangan kerja hijau, dan menjaga keberlanjutan lingkungan di Kaltim. (gis)