Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) kembali menyuarakan kritik keras terhadap pemerintah terkait banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Setelah sebelumnya menyebut bencana ini sebagai “bencana kebijakan” akibat pengabaian ilmu pengetahuan dan dominasi kepentingan oligarki, KIKA kini merilis tujuh tuntutan kepada pemerintah untuk memperbaiki tata kelola lingkungan dan penanganan bencana di Sumatera.
Dalam pernyataan resminya yang media ini terima pada Senin, 8 Desember 2025, KIKA menegaskan bahwa banjir Sumatera bukanlah musibah alamiah, melainkan akibat kerusakan ekosistem secara sistematis. Deforestasi, alih fungsi lahan, serta kebijakan pembangunan yang mengabaikan kajian ilmiah disebut memperburuk daya dukung lingkungan.
KIKA juga menyoroti lemahnya tata kelola pemerintah yang dinilai lebih mengutamakan kepentingan elite ekonomi dan proyek-proyek jangka pendek daripada keselamatan warga. Selain itu, pendekatan sentralistik dan top-down dalam penanganan bencana dianggap membuat sensitivitas sosial-ekologis terabaikan. Pemerintah pusat juga dikritik karena tidak menetapkan bencana Sumatera sebagai bencana nasional, meski kapasitas fiskal daerah disebut semakin terbatas.
Dalam konteks inilah KIKA menyampaikan tujuh tuntutan sebagai langkah perbaikan struktural.
Tujuh Tuntutan KIKA kepada Pemerintah
1. Menjadikan sains sebagai dasar kebijakan
KIKA mendesak pemerintah mengutamakan kajian ilmiah dalam penyusunan kebijakan lingkungan dan tata ruang. Termasuk di dalamnya membuka akses publik terhadap data riset dan informasi akademik yang relevan.
2. Investigasi independen kerusakan ekosistem
KIKA meminta dilakukan penyelidikan independen terkait dugaan keterlibatan perusahaan atau pihak tertentu yang menyebabkan deforestasi dan kerusakan lahan, yang memperburuk risiko banjir di Sumatera.
3. Hentikan intimidasi terhadap akademisi dan warga
KIKA menekankan bahwa kritik berbasis bukti ilmiah tidak boleh dibungkam. Mereka menuntut penghentian seluruh bentuk tekanan dan kriminalisasi terhadap peneliti, akademisi, maupun warga yang menyuarakan temuan mereka.
4. Prioritaskan keselamatan warga dan pemulihan ekosistem
Penanganan korban banjir harus disertai dengan upaya mitigasi jangka panjang. KIKA menekankan pentingnya rencana tata ruang yang berpihak pada keberlanjutan lingkungan, bukan sekadar respons darurat.
5. Hentikan pendanaan MBG, PSN, dan proyek politik jangka pendek
Dalam tuntutan paling tegasnya, KIKA meminta pemerintah menghentikan pendanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), proyek strategis nasional (PSN), serta proyek-proyek “obsesi politik” lainnya. Anggaran tersebut, menurut KIKA, harus dialihkan untuk menangani bencana di Sumatera. KIKA menilai prioritas anggaran saat ini tidak mencerminkan kepekaan terhadap situasi krisis yang dialami masyarakat.
6. Tuntut pejabat menunjukkan empati dan tanggung jawab
KIKA menilai sejumlah pernyataan pejabat publik belakangan ini tidak sensitif terhadap penderitaan warga. Mereka meminta pemerintah menunjukkan empati, kepekaan, dan keseriusan dalam menangani bencana.
7. Menyatakan solidaritas bagi masyarakat Sumatera
KIKA menyampaikan dukungan penuh kepada warga terdampak dan berjanji menguatkan upaya advokasi agar masyarakat tidak lagi menjadi korban dari kebijakan yang salah arah.
Momentum memperbaiki tata kelola lingkungan
KIKA menegaskan bahwa kebebasan akademik adalah fondasi penting untuk memastikan kebijakan publik berbasis ilmu pengetahuan. Mereka mengingatkan bahwa bencana ekologis yang terjadi di Sumatera tidak hanya berdampak pada Aceh, Sumbar, dan Sumut, tetapi juga mempengaruhi keseluruhan ekologi Pulau Sumatera sebagai satu kesatuan.
“Tragedi ini harus menjadi momentum untuk memperkuat integritas pengetahuan dan tata kelola lingkungan, bukan hanya rutinitas respons darurat,” tutup KIKA. (gis)








