Lapas Perempuan Tenggarong Over Kapasitas, Kamar untuk 20 Orang Ditempati 40 Warga Binaan

Lapas Perempuan Kelas II A Tenggarong, Jalan Imam Bonjol. (Dilla/Media Etam)

TENGGARONG – Suasana di Lapas Perempuan Tenggarong setiap harinya semakin padat. Kepala Lapas Perempuan Tenggarong, Riva Dilyanti, menyebut jumlah penghuni kini sudah mencapai 371 orang, padahal kapasitas ideal hanya 285 orang.

“Kalau dikumpulkan semua warga binaan perempuan se-Kaltimtara, jumlahnya bisa sekitar 900 orang. Tapi karena tempat kami terbatas, sementara ini yang bisa tertampung hanya 371 orang,” ujar Riva saat ditemui, Selasa (4/11/2025).

Bacaan Lainnya

Kondisi tersebut membuat beberapa kamar harus diisi hingga 40 orang per kamar, padahal idealnya hanya 20 orang. Untuk menampung lebih banyak, pihaknya  menggunakan ranjang susun.

“Sekarang kami benar-benar berharap dukungan dari Pemkab Kukar dan Pemprov Kaltim supaya pembangunan Lapas Perempuan bisa dilanjutkan tahun depan. Tahun ini sempat terhenti karena efisiensi anggaran,” jelasnya.

Riva mengungkapkan, jika pembangunan selesai, Lapas Perempuan Tenggarong nantinya bisa menampung hingga 700 warga binaan. “Blok huniannya baru rangka, tembok keliling dan kamar belum selesai. Targetnya kalau dilanjutkan, satu kamar bisa menampung 70 orang dari total 10 kamar,” tambahnya.

Pihak Lapas juga sudah mengajukan anggaran sekitar Rp19 miliar melalui Dinas Pekerjaan Umum Kukar. Namun seluruh proses pembangunan nantinya akan dilakukan oleh pemkab. “Kami hanya ketempatan saja, semua lelang dan teknisnya ada di Pemkab,” terang Riva.

Berdampak pada Program Pembinaan

Kondisi over kapasitas juga berdampak pada kegiatan pembinaan. Sebagian warga binaan perempuan bahkan masih ditempatkan di lapas laki-laki, meski terpisah blok. “Pembinaannya jadi kurang maksimal, apalagi sekitar 80 persen warga binaan di sini kasusnya narkoba,” ungkapnya.

Meski begitu, berbagai program pembinaan tetap dijalankan. Ada dua jenis pembinaan utama: kepribadian dan kemandirian. Untuk pembinaan kepribadian, pihak Lapas bekerja sama dengan Kementerian Agama, Himpunan Mahasiswa Psikologi (HIMSI), dan berbagai komunitas untuk memberikan bimbingan rohani serta psikologis.

Sementara itu, untuk kemandirian, para warga binaan diberikan pelatihan seperti membuat kue, menjahit, menyulam, hingga salon dan bakery. “Kami juga gandeng relawan dan yayasan untuk membantu pelatihan keterampilan ini,” ucap Riva.

Ke depan, pihaknya juga ingin mengoptimalkan hak membaca bagi warga binaan agar sejalan dengan Asta Cita Presiden dalam peningkatan kualitas SDM, khususnya perempuan. “Selama ini hak kesehatan, makan, dan kunjungan sudah terpenuhi. Tinggal fasilitas membaca yang masih kami perjuangkan,” katanya.

Riva berharap, setelah bebas nanti, para warga binaan bisa diterima kembali di masyarakat tanpa stigma negatif. “Kami semua berharap mereka tidak kembali ke sini lagi. Bekal keterampilan yang sudah mereka dapat bisa jadi awal kehidupan baru yang lebih baik. Masyarakat juga semoga mau membuka pintu dan memberi kesempatan kedua,” pungkasnya.

Penulis: Nur Fadillah Indah/mediaetam.com

Bagikan:

Pos terkait