TENGGARONG – Polemik seputar pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Tahun Anggaran 2026 makin ramai dibicarakan. Setelah rapat paripurna penyampaian Nota Keuangan yang dijadwalkan 31 Oktober 2025 batal digelar, kini DPD KNPI Kukar ikut angkat suara dan menyoroti kinerja DPRD.
Ketua KNPI Kukar, Rian Tri Saputra, menilai keterlambatan pembahasan RAPBD bukan disebabkan oleh pemerintah daerah, melainkan karena lambannya proses di lembaga legislatif. Dirinya menyebut DPRD seharusnya lebih sigap dalam menjalankan fungsi konstitusionalnya.
“Kami sudah cek, Pemkab Kukar lewat Bupati Aulia Rahman Basri sudah bersurat resmi sejak 25 September 2025 untuk menjadwalkan penyampaian Nota Keuangan. Artinya sudah lewat sebulan, tapi paripurna belum juga dilaksanakan,” ujar Rian, Minggu (2/11/25).
Rian juga mengingatkan pada pembahasan Perubahan APBD 2025 lalu, Ketua DPRD sempat menyalahkan TAPD karena dianggap lamban.
“Sekarang kondisinya justru sebaliknya. Kalau dokumen sudah diserahkan tapi paripurna tak kunjung jalan, artinya ada yang perlu dievaluasi,” katanya.
Menurut Rian, keterlambatan ini berpotensi menghambat jalannya pembangunan daerah. Tanpa rapat paripurna, penyampaian Nota Keuangan tidak bisa dilakukan, yang berarti pembahasan RAPBD juga tertunda. Ia menduga ada dinamika internal di tubuh DPRD yang menyebabkan agenda paripurna tidak segera digelar.
Perlu Kepatuhan terhadap MCP KPK
Rian juga menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap ketentuan Monitoring Center for Prevention (MCP) KPK, yang menetapkan batas waktu penyampaian Nota Keuangan paling lambat 31 Oktober.
“Pemerintah daerah sudah siap dan bahkan telah mengunggah tanda terima ke sistem MCP KPK. Itu bukti komitmen Pemkab Kukar untuk bekerja transparan dan akuntabel,” tegasnya.
Terkait pernyataan akademisi Unikarta, Martain, yang menyebut pembahasan RAPBD 2026 sempat mengalami kebuntuan antara TAPD dan DPRD, Rian menegaskan pihaknya akan terus mengawal proses ini. “Kalau sampai akhir November belum dibahas, KNPI bersama masyarakat siap menyuarakan aspirasi langsung ke DPRD,” ujarnya.
Ketua DPRD sebagai pimpinan lembaga memiliki tanggung jawab besar terhadap kelancaran seluruh agenda dewan. “Kalau fungsi itu tidak berjalan baik, publik berhak menilai dan mengkritisi,” tambahnya.
Rian menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa APBD adalah instrumen pembangunan, bukan alat politik. “Keterlambatan pembahasan APBD bisa berdampak langsung pada masyarakat. DPRD seharusnya jadi mitra pembangunan, bukan penghambatnya,” pungkasnya.
Penulis: Nur Fadillah Indah/mediaetam.com








