TENGGARONG – Ekspansi kebun sawit memang terjadi di wilayah ini. Terlihat dari data Dinas Perkebunan Kaltim, misal pada 2015 luas kebun sawit di kabupaten ini adalah 191 ribu hektare. Lalu, 2023 meningkat menjadi 230 ribu hektare. Namun, meluasnya kebun sawit menimbulkan dampak negatif. Keberlangsungan kerajinan rotan tradisional di Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar), kini terancam akibat makin meluasnya areal perkebunan kelapa sawit.
Ety, adalah perajin rotan lokal di Tenggarong. Dia mengungkapkan selama beberapa tahun terakhir, dia merasakan ada kelangkaan bahan baku rotan. Untuk memperoleh rotan, ia harus menelusuri hutan dengan berjalan kaki, bahkan mendatangkan bahan dari luar daerah. Sedangkan, hutan-hutan telah beralih jadi kebun sawit. Hutan alami yang menyimpan rotan, sudah makin susah.
Sedangkan, dia belum menemukan pembudidaya rotan di Kukar. Padahal, produk kerajinan hasil tangannya telah menembus pasar internasional, antara lain Prancis, Jepang, dan Malaysia.
“Kalau terus begini, dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan saya takut tidak bisa lagi menemukan rotan di Kukar. Sawit makin luas, sedangkan rotan makin langka. Sekarang saya ambil dari Kutai Barat,” tutur Ety.
Dari rotan, Ety menciptakan beragam produk khas seperti topi tradisional, tikar, tas mandau, anjat gendong, dan selempang kecil. Harga jualnya berkisar dari Rp200 ribu hingga Rp4 juta, tergantung tingkat kesulitan pembuatannya. Proses pembuatan satu produk bisa memakan waktu dari satu pekan hingga empat bulan.
“Dalam sebulan biasanya terjual sekitar 10 produk, dengan omzet mencapai Rp3 juta sampai Rp4 juta,” ujarnya.
Ety berharap pemerintah daerah dapat memberikan perhatian lebih terhadap pelestarian rotan dan lahan hutan yang menjadi sumber bahan baku. Menurutnya, kerajinan rotan merupakan bagian dari warisan budaya Kalimantan Timur yang tidak boleh dibiarkan punah.
“Budaya kita banyak, salah satunya ya dari rotan ini. Harus ada campur tangan pemerintah supaya lahan-lahan penghasil rotan tidak habis. Jangan sampai identitas kita hilang,” tegasnya.
Ia juga mengajak generasi muda di Kukar untuk turut menjaga dan mempelajari kerajinan ini agar tetap lestari.
“Kerajinan rotan adalah bagian dari kita dan budaya kita, ini identitas daerah,” pungkasnya.
Nur Fadillah Indah/mediaetam.com