Aktivitas Tambang Ilegal di IKN Terbongkar Setelah 9 Tahun Beroperasi, PWYP Curiga Selama Ini ‘Dibiarkan’ oleh Negara

Azil dengan latar belakang pengungkapan modus operandi tambang ilegal di IKN. (IST)

IKN-Keberhasilan Polri mengungkap praktik tambang ilegal batubara di kawasan IKN sekaligus hutan lindung yang merugikan negara hingga Rp5,7 triliun layak mendapat apresiasi. Namun Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia juga menaruh curiga. Kok baru ketahuan setelah 9 tahun beroperasi. Apa selama ini dibiarkan saja oleh negara?

Belum lama ini, Bareskrim Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menangkap beberapa orang yang terlibat dalam praktik eksploitasi, pengiriman, dan penjualan batubara dari hasil tambang ilegal di Kaltim. Lokasi penambangan seluas 160 hektare tersebut berada di Kawasan Tahura Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara. Yang kini telah masuk ke dalam Kawasan Otorita IKN.

Bacaan Lainnya

Polri telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yaitu YH, CH, dan MH. Dua nama pertama merupakan penjual batu bara ilegal, yang selama ini menggunakan dokumen palsu dari perusahaan pemegang IUP resmi seperti PT MMJ dan PT BMJ. Sementara MH merupakan pembeli. YH dan CH sudah mendekam di penjara sejak 14 Juli 2025 lalu.

Bareskrim Polri juga menyita 351 kontainer batubara ilegal dan alat berat sebagai barang bukti. Adapun modusnya disebutkan bahwa batubara ilegal dikumpulkan terlebih dahulu di stock rom atau gudang, kemudian dikemas menggunakan karung. Selanjutnya, batubara itu didistribusikan melalui jalur laut menggunakan kontainer dari Pelabuhan Kalimantan Timur (Kaltim) Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Untuk mengelabui petugas, para pelaku memanfaatkan dokumen resmi dari perusahaan yang memiliki Izin Usaha Produksi (IUP) saat proses pengiriman di terminal Balikpapan. Dokumen tersebut digunakan agar batu bara tampak seolah-olah berasal dari penambangan legal.

PWYP Yakini Kasus Ini Lebih dari Sekadar Insiden

Peneliti PWYP Indonesia, Adzkia Farirahman (Azil) melalui rilis yang diterima media ini pada Minggu malam mengatakan, “Kasus ini bukan sekadar insiden, melainkan indikasi kegagalan pengawasan sektor pertambangan minerba.”

Alasannya, tambang ilegal ini sudah beroperasi sejak 2016, alias 9 tahun lalu. Berada di kawasan tahura yang dilindungi. Ditambah pada 2019, lahan yang ditambang masuk dalam wilayah IKN yang merupakan kawasan prioritas nasional. Namun tidak ketahuan.

“Kami mendesak (pengungkapan kasus ini) diikuti dengan investigasi menyeluruh terhadap kemungkinan dugaan kuat keterlibatan pihak-pihak terkait, mulai dari penambang, penyedia jasa transportasi, agen pelayaran, perusahaan-perusahan pemilik berizin, operasional pelabuhan maupun pejabat terkait lainnya,” ungkap Azil.

Terjadi Pembiaran?

Sebelumnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah memberi komentar singkat terkait kasus ini. Katanya, kementeriannya tidak memiliki kewenangan untuk menindak penambang ilegal. Mereka hanya mengurus tambang resmi saja. Sementara pemberantasan tambang ilegal, adalah kewenangan penegak hukum. Sehingga ia tak mau ikut campur, bersikap pasif, dan berkomitmen mendukung Polri dalam penyelesaian kasus tersebut. (Komentar Bahlil termuat di media Tempo)

Namun menurut Azil, Kementerian ESDM tetap memiliki kewenangan dalam hal pengawasan. Ia pun mendesak Kementerian ESDM untuk segera mengevaluasi dan memperbaiki tata kelola pertambangan minerba, khususnya dalam aspek pengawasan, termasuk melakukan deteksi dini.  

“Mengingat aktivitas penambangan ilegal ini diduga sudah terjadi sejak 2016  di kawasan konservasi. Menjadi tanda tanya besar, apakah ini bentuk lain ‘pembiaran’?” tanya Azil.

Kerusakan Lingkungan

Azil juga menyoroti bahwa penambangan ilegal di kawasan konservasi seperti Tahura Bukit Soeharto tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mempercepat degradasi lingkungan, meningkatkan emisi karbon, dan menghambat transisi energi berkelanjutan.

Dia mendesak adanya audit menyeluruh terhadap semua IP di sekitar IKN, termasuk sanksi tegas bagi perusahaan yang terbukti terlibat dalam pemalsuan dokumen. Memperkuat penguatan sistem pemantauan digital disinergikan dengan verifikasi lapangan.

Juga perkuat transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan. Lebih lanjut, menyoroti lemahnya peran Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Penambangan Liar yang dibentuk oleh Otorita IKN (OIKN) bersama aparat penegak hukum pada 5 September 2023, yang memiliki tugas memperkuat pencegahan dan penanggulangan penambangan ilegal di IKN, selaras dengan visi kota hutan rendah emisi karbon yang netral karbon pada 2045, termasuk penyusunan pedoman reklamasi dan pasca tambang dengan dukungan universitas.

Namun, meskipun telah beroperasi hampir dua tahun, Satgas ini tampaknya belum efektif dalam mendeteksi atau menghentikan operasi ilegal skala besar seperti yang baru terungkap ini, yang telah berlangsung sejak 2016—sebelum pembentukan Satgas sekalipun. Buyung menyoroti perlunya evaluasi mendalam terhadap implementasi Satgas, termasuk koordinasi antar lembaga dan outcome konkret, untuk menghindari kesan bahwa upaya pencegahan hanya formalitas tanpa tindak lanjut nyata, sementara kerusakan lingkungan di kawasan konservasi seperti Tahura Bukit Suharto terus berlanjut. (gis)

Bagikan:

Pos terkait