Kutai Kartanegara – Surat Edaran Bupati Kutai Kartanegara terkait kewajiban penggunaan rekening PT Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Bankaltimtara) bagi pihak ketiga atau rekanan pelaksana kegiatan pemerintah daerah menuai respons beragam. Di satu sisi, kebijakan ini berangkat dari kerangka normatif yang sah dan bertujuan memperkuat tata kelola keuangan daerah. Namun, di sisi lain, sejumlah pelaku usaha yang menjadi mitra kerja pemerintah menyuarakan keberatan karena menilai aturan tersebut membatasi fleksibilitas transaksi dan menambah beban administratif.
Oleh: Awang Ahmad Ivan
Kerangka Normatif dan Tujuan Kebijakan
Kebijakan penggunaan rekening Bankaltimtara oleh rekanan pelaksana kegiatan berakar dari prinsip pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta aturan turunan terkait pemanfaatan Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai mitra strategis pemerintah. Melalui surat edaran, Bupati Kutai Kartanegara menegaskan bahwa langkah ini dimaksudkan untuk:
1. Menjamin transparansi arus keuangan dalam proyek-proyek pemerintah daerah.
2. Memperkuat fungsi intermediasi Bankaltimtara sebagai lembaga keuangan milik daerah.
3. Mengoptimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui dividen dari Bankaltimtara.
4. Mempermudah pencairan elektronik kepada pihak ketiga, Dengan penggunaan rekening BPD, proses pencairan dapat dilakukan secara elektronik, mengurangi penggunaan dokumen fisik dan mempercepat waktu proses dari pencairan hingga dana diterima oleh pihak ketiga.
Secara normatif, kebijakan ini selaras dengan semangat otonomi daerah untuk memperkuat kemandirian fiskal serta mendukung keberlangsungan BPD sebagai penggerak ekonomi lokal.
Gelombang Protes Pelaku Usaha
Meski memiliki dasar hukum, kebijakan ini tidak lepas dari kritik. Sejumlah asosiasi dan pelaku usaha menilai kewajiban penggunaan rekening Bankaltimtara menimbulkan beberapa persoalan, antara lain:
- Tambahan beban administratif karena harus membuka dan mengelola rekening baru.
- Potensi hambatan arus kas, terutama bagi rekanan yang sudah memiliki sistem keuangan terintegrasi dengan bank lain.
- Risiko keterlambatan transaksi, yang dianggap dapat memengaruhi kelancaran pekerjaan lapangan.
“Prinsipnya kami mendukung transparansi, tetapi jangan sampai aturan ini justru menghambat dunia usaha yang bekerja sama dengan pemerintah,” ujar salah satu pelaku usaha konstruksi di Tenggarong.
Menimbang Jalan Tengah
Pengamat kebijakan publik menilai, persoalan ini seharusnya dapat dikelola dengan pendekatan komunikatif dan bertahap. Regulasi semacam ini membutuhkan sosialisasi intensif, fase transisi, dan penyediaan fasilitas perbankan yang memadai oleh Bankaltimtara di seluruh kecamatan agar tidak menyulitkan rekanan.
Jika dijalankan secara proporsional, kebijakan ini berpotensi memberikan manfaat ganda: memperkuat posisi Bankaltimtara sebagai pilar ekonomi daerah sekaligus tetap menjaga iklim usaha yang kondusif di Kutai Kartanegara.
Penutup
Surat edaran Bupati Kutai Kartanegara soal kewajiban penggunaan rekening Bankaltimtara menjadi cermin tarik-menarik antara kebutuhan normatif penguatan keuangan daerah dan realitas pragmatis dunia usaha. Kini, tantangan pemerintah daerah adalah mencari titik temu: bagaimana memastikan akuntabilitas fiskal tanpa mengorbankan dinamika dan kelancaran usaha mitra yang berperan penting dalam pembangunan daerah.
Profil Penulis
Penulis adalah Awang Ahmad Ivan, mahasiswa Magister Administrasi Publik Semester 3, Universitas Mulawarman, Samarinda.
Disclaimer: Seluruh artikel adalah tulisan penulis. Redaksi tidak mengubah satu kata pun, kecuali hanya perbaikan ejaan. Tanggung jawab atas artikel ini sepenuhnya berada di tangan penulis.