Profil Kajari Kukar Tengku Firdaus, Terinspirasi BJ Habibie, Sebut Tenggarong Mirip Kampung Kelahiran

Kepala Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara, Tengku Firdaus. (Dilla/ Media Etam)

Tengku Firdaus telah melanglang Indonesia selama kariernya di korps Adhyaksa. Kali ini, pria Melayu tersebut bertugas di Kukar, sebuah tempat yang selalu mengingatkannya pada kampung kelahiran.

Pada tahun 1975, banyak tokoh penting lahir. Mulai dari David Beckham, Hernan Crespo, Giovanni van Bronckhorst, Veron, Robbie Fowler, Tiger Woods, Nike Ardilla, Irfan Hakim, Angelina Jolie, Chef Juna, Haris Azhar, Yahya Rhodus, Khalid Basalamah, dan masih banyak lagi. Di tahun yang sama, di antara tokoh-tokoh hebat itu, seorang bayi laki-laki lahir di Pekanbaru, dari pasangan Tengku Amir dan Tengku Nuriyah.

Bacaan Lainnya

Meski kini ia kerap berhadapan dengan hal-hal berat, Firdaus menjalani masa kecil dan remajanya di Pekanbaru, layaknya anak laki-laki pada umumnya. Tinggal di permukiman padat penduduk, memiliki banyak teman, bermain layang-layang, meriang kaleng, dan berbagai permainan tradisional lainnya. Firdaus tumbuh menjadi anak yang bahagia di tanah Melayu nan jauh di sana.

Bukti bahwa masa-masa itu sangat berkesan baginya, adalah hingga kini, ia masih menjalin komunikasi dengan rekan-rekan kecilnya. Kemajuan teknologi membantu mereka merawat kenangan masa kecil di usia yang sudah lebih akrab dengan bacaan tentang obat-obatan dan tips menjaga kesehatan.

Pekanbaru Selalu Jadi Rumah

Pekanbaru lebih dari sekadar tempat lahir. Bagi Firdaus, ibu kota provinsi pecahan Sumatera Tengah tersebut adalah rumah. Ia melewati pendidikan formalnya, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi (S1) di Pekanbaru. Baru ketika menempuh pendidikan S2, ia merantau ke Surabaya, Jawa Timur.

Dengan pencapaian kariernya saat ini, mudah saja baginya menyekolahkan anak-anaknya di kota besar; Jakarta, Yogyakarta, ataupun Bandung. Namun Firdaus tetap memilih ‘rumahnya’; Pekanbaru, sebagai tempat buah hatinya bertumbuh. Anak pertamanya kini sedang mengampu pendidikan IT di Politeknik Caltex Riau. Sementara anak keduanya tengah menempuh pendidikan menengah atas di kota yang sama.

Kembali ke Firdaus, usai menyelesaikan pendidikannya, ia merintis karier di kejaksaan juga di Riau. Pada tahun 2001, ia lulus seleksi CPNS Kejaksaan Agung. Penempatan pertamanya adalah di Kejaksaan Negeri Siak Sri Indrapura, Riau.

Berkat ketekunannya, setahun berikutnya, ia dipercaya menjadi ajudan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau. Berada di lingkaran pimpinan, membuatnya semakin bersemangat mengejar karier, karena mendapatkan wawasan yang lebih luas dari rekan seangkatannya.

Namun pilihannya itu meminta pengorbanan, yakni Firdaus harus menjelajah Nusantara, meninggalkan ‘rumah’ yang ia cintai. Pada 2003, ia mengikuti pendidikan jaksa di Ragunan, Jakarta selama 6 bulan. Selepas itu, ia bertugas sebagai jaksa fungsional di Kejati Jawa Timur.

Dengan penuh integritas, Firdaus terus melewati berbagai jenjang jabatan dan penempatan. Mulai dari Kasubsi Penuntutan di Kejari Tanjung Perak 2003–2004, Kasubsi Produksi dan Sarana Intelijen di Kejari Batam 2005, Kasi Intel Kejari Pelalawan 2009, Kasi Pidum Bengkalis, Kasi Pidsus Batam dan Tangerang Koordinator Pidsus Kejati Lampung Eselon III, Kajari Sanggau Kalimantan Barat (Kalbar), Kajari Jombang Jawa Timur, Asisten Intelijen Kejati Kepri, hingga menjadi Kajari Kukar saat ini.

Kasus Demi Kasus Ia Lewati

Sepanjang karier jaksanya, Tengku Firdaus telah melahap banyak kasus. Dari yang kecil sampai yang besar. Di antara banyak kasus tersebut, Firdaus masih mengingat betul apa yang ia kerjakan saat memimpin Kejari Sanggau, Kalimantan Barat.

Kala itu, fasilitas kantor tempatnya bekerja sangat minim. Personel kejaksaannya juga sangat kecil. Namun tim tersebut, di bawah nakhoda Firdaus, berhasil membawa Kejari Sanggau meraih predikat Wilayah Bebas Korupsi pada 2019.

Di tempat dan waktu yang berbeda, ia juga masih mengingat kasus pencabulan anak di bawah umur yang pelakunya adalah seorang kepala sekolah, di Surabaya. Pelaku bukan hanya berjabatan tinggi, namun juga memiliki kekuatan finansial besar. Dengan kuasa dan uangnya, ia berupaya lepas dari jerat hukum dengan berbagai cara. Bahkan pelaku sempat melaporkan Firdaus ke Komnas HAM hingga DPR RI.

Tapi kebenaran selalu menemukan jalannya sendiri, di akhir episode, sang kepala sekolah bejat terbukti bersalah dan harus mendekam di penjara selama 16 tahun.

Kejaksaan Adalah Jalan Hidup yang Ia Pilih

Saat kecil hingga berkuliah di kampus hukum, Firdaus belum membayangkan akan menjadi apa selepasnya. Namun kesempatan mengikuti tes CPNS Kejaksaan yang ia ikuti pada 2001 itu, adalah pilihan besar yang kemudian menjadi jalan hidupnya kini.

“Jadi, saya bukan berasal dari keluarga yang ada kerja di kejaksaan. Orang tua PNS biasa di Riau.”

“Motivasi masuk kerja ke kejaksaan itu sesuai disiplin ilmu saya. Basic-nya saya sarjana hukum, dan kebetulan pas selesai kuliah ada pembukaan kejaksaan, jadi saya putuskan ikut,” kenangnya.

Pria Melayu dikenal memiliki prinsip yang teguh pada pilihan hidup yang mereka ambil. Firdaus pun begitu, sejak masuk ke korps Adhyaksa, ia menolak untuk menjadi jaksa yang berjalan di jalan aman. Sudah kadung masuk, ia pun mengambil pilihan untuk mengejar karier, meski dengan konsekuensi harus terus berpindah tempat penugasan.

“Kalau dihitung, ini penempatan saya yang ke-14,” ujarnya dengan nada bercampur bangga dan rendah hati.

BJ Habibi Adalah Inspirasi

Setiap orang tentu punya panutan, begitu juga dengan Tengku Firdaus. Sosok yang sangat menginspirasi hidupnya adalah Presiden ketiga Indonesia, BJ Habibie. Menurutnya, Habibie adalah figur yang luar biasa, bukan hanya bagi Indonesia tetapi juga dunia.

“BJ Habibie itu tokoh bangsa yang luar biasa. Beliau humble, cerdas, nasional dan internasional mengakui kapasitasnya. Menurut saya belum ada yang bisa menggantikan beliau.”

“Di sisi keluarga beliau berhasil, agamanya bagus, kariernya bagus, dan orangnya antikorupsi. Bahkan sampai pendidikan anak-anaknya pun bagus. Itu yang jadi inspirasi saya,” jelasnya panjang lebar didalam ruangan kerjanya.

Tidak hanya sekadar mengagumi, ia juga rajin menonton film-film tentang Habibie dan mengoleksi beberapa buku mengenai sang tokoh. Kekaguman itu bukan hanya karena prestasi intelektual Habibie, melainkan juga karena integritasnya yang tetap terjaga sampai akhir hayat.

Hobi yang Menjaga Semangat

Di tengah kesibukan sebagai pejabat hukum, Tengku Firdaus tetap punya cara menjaga kesehatan. Kini, hobinya adalah jalan kaki. “Kalau sekarang, memasuki usia 50, hobi saya jalan kaki. Tapi dulu waktu muda saya suka berenang,” ceritanya.

Baginya, aktivitas sederhana itu tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan fisik, tapi juga memberi ruang untuk menenangkan pikiran. Di sela rutinitas yang padat, berjalan kaki bisa jadi waktu refleksi dan jeda sejenak dari urusan pekerjaan.

Kukar Seperti Rumah Kedua

Meski baru sekitar dua bulan menjabat sebagai Kepala Kejari Kukar, Tengku Firdaus sudah merasa betah. Kukar, khususnya Tenggarong menurutnya punya suasana yang ramah dan menyenangkan, membuatnya seolah-olah kembali ke kampung halaman.

“Kesan pertama saya selama bertugas di Kukar ini seperti pulang kampung. Saya cocok dengan suasana di sini. Kota ini mirip dengan Sanggau, tapi jauh lebih besar,” ujarnya.

Yang membuatnya semakin merasa nyaman adalah kesamaan budaya dan kuliner. Sebagai orang Melayu, ia merasa dekat dengan masakan khas Kukar.

“Masakannya banyak yang mirip. Ada ikan baung, patin, dan cocok semua dengan selera saya. Persis seperti di kampung. Masyarakatnya juga heterogen, bersahabat, tenang, dan nyaman,” tambahnya.

Filosofi Hidup dan Tantangan Karier

Meski tidak secara gamblang menyebut filosofi hidupnya, ucapan-ucapannya menunjukkan bahwa Tengku Firdaus menjunjung tinggi integritas, kerja keras, dan kesederhanaan. Dengan inspirasi besar dari sosok BJ Habibie, ia menekankan pentingnya menjaga kejujuran dan menghindari korupsi.

Sebagai jaksa, tentu saja tantangan yang dihadapinya tidak ringan. Apalagi saat menjabat sebagai pimpinan di sebuah wilayah besar seperti Kutai Kartanegara yang kaya sumber daya alam. Kepercayaan publik menjadi taruhannya, dan ia berkomitmen menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.

Penulis: Nur Fadillah Indah | Penyunting: Ahmad A. Arifin | Media Etam

Bagikan:

Pos terkait