TENGGARONG – Aksi besar dari jajaran pemerintah desa se-Indonesia bakal berlangsung pada 8 Desember 2025. Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) memastikan sedikitnya 50 ribu kepala desa, BPD, perangkat desa, hingga lembaga desa akan turun ke Istana Negara dan Monas untuk menyampaikan aspirasi yang dianggap sangat mendesak bagi keberlangsungan pembangunan desa.
APDESI mengungkapkan bahwa aksi ini merupakan bentuk kekecewaan setelah berbagai upaya audiensi dengan kementerian terkait tidak membuahkan hasil. Ketua APDESI Kukar, M Yahya, membenarkan bahwa aksi ini adalah puncak dari keresahan desa-desa di seluruh nusantara.
“Iya benar, tanggal 8 Desember. Teman-teman banyak yang mengeluh karena anggaran dipotong lewat PMK 81 Tahun 2025,” ujarnya.
Menurut Yahya, banyak kegiatan penting yang sudah masuk RAPBDes akhirnya terancam batal karena Dana Desa tahap II (non-earmark) tidak ditransfer. Padahal kegiatan-kegiatan tersebut bersinggungan langsung dengan kebutuhan masyarakat. Ia menyebut audiensi sudah dilakukan minggu lalu, namun tidak ada perubahan sikap dari kementerian.
“Makanya kami demo ke Presiden, karena hanya beliau yang bisa membatalkan,” tambahnya.
Kukar Ambil Bagian
Dari Kutai Kartanegara (Kukar) sendiri, diperkirakan 30–40 desa akan ikut berangkat ke Jakarta. Jumlahnya tidak bisa lebih banyak karena seluruh pembiayaan ditanggung masing-masing. APDESI Kukar akan menggelar rapat pada 3 Desember 2025 untuk mematangkan persiapan.
Yahya juga menjelaskan soal pemotongan anggaran yang diduga terkait skema Koperasi Merah Putih. Ia menilai tidak semua desa layak atau mampu menjalankan koperasi tersebut.
“Ada desa yang cuma 30–40 KK, terus mau jualan ke siapa? Semua dipukul rata, padahal kondisi tiap desa berbeda,” tegasnya.
Pemotongan Dana Desa tahun anggaran 2025 disebut sudah berjalan, dengan besaran berbeda-beda. Ada desa yang dipotong Rp100 juta, ada juga yang sampai Rp200 juta, angka yang cukup besar dan langsung berdampak pada pembangunan desa. Program prioritas seperti kegiatan puskesmas desa hingga pemberian makanan tambahan untuk penanganan stunting ikut terganggu.
“Kami menjalankan program presiden, tapi kalau anggarannya dipotong, kami yang disalahkan masyarakat. Dikiranya kepala desa makan uang,” keluh Yahya.
Tak Ada Unsur Politik
Meski tidak ada larangan resmi dari Kemendagri soal aksi, APDESI menegaskan aksi ini murni menyampaikan aspirasi tanpa muatan politik apa pun. Peserta diminta tetap tertib, membawa identitas rombongan, menghindari simbol kelompok, serta tidak membawa barang-barang terlarang.
Aksi damai ini akan diikuti desa dari 37 provinsi dengan total armada sekitar 880 bus dan 600 kendaraan kecil. Mereka bergerak dengan satu pesan yang sama: meminta Presiden Prabowo segera mencabut regulasi yang dianggap merugikan pelaksanaan pemerintahan desa.
Meski begitu, ia memastikan beberapa program desa masih tetap berjalan, meski banyak yang harus tertunda akibat pemotongan anggaran.
“Artinya jangan sampai MBG diperhatikan, tapi desa malah terlantar,” pungkas Yahya.
Penulis: Nur Fadillah Indah/mediaetam.com








