Jam Nirum, Si Penjaga Waktu yang Jadi Saksi Sejarah Tenggarong

Jam Nirum berstatus sebagai cagar budaya, menunjukkan betapa lama usia dan kehadirannya dalam perjalanan Tenggarong. (Dilla/ Media Etam)

TENGGARONG – Kalau melintas di perempatan depan Masjid Jami’ Aji Amir, ada satu benda yang selalu mencuri perhatian: Jam Nirum. Bukan jam biasa, monumen peninggalan Sultan Aji Muhammad Sulaiman ini sudah puluhan tahun jadi saksi hidup perjalanan masyarakat Kutai Kartanegara (Kukar).

Pamong Budaya Disdikbud Kukar, M. Saidar, bilang kalau dulu Jam Nirum itu tempat nongkrong paling hits.

Bacaan Lainnya

“Kalau bikin janji ketemu, orang biasanya bilangnya di Jam Nirum. Jadi semacam titik kumpul utama warga kala itu,” ceritanya.

Selain jadi patokan waktu salat sebelum masjid pakai pengeras suara, Jam Nirum juga punya kisah unik. Kehadirannya ternyata berhubungan dengan momen besar di Belanda, yaitu pertunangan Ratu Juliana dengan Pangeran Bernhard. Dari situ, jam ini lahir sebagai simbol modern pada zamannya.

Kondisinya Memprihatinkan

Sayangnya, sekarang kondisinya sudah jauh berbeda. Mesin jam sering rusak karena rembesan hujan, meski sudah beberapa kali diganti. Pengecatan juga sempat dilakukan, tapi masih sebatas perawatan sederhana.

“Karena statusnya cagar budaya, setiap perbaikan harus hati-hati supaya keasliannya tetap terjaga,” tambah Saidar.

Menurutnya, Jam Nirum punya potensi lebih dari sekadar monumen tua. Kalau benar-benar dirawat, ia bisa jadi sarana edukasi dan juga tujuan wisata sejarah di Tenggarong.

“Anak muda Kukar seharusnya melihat Jam Nirum bukan hanya jam lama, tapi bagian dari identitas budaya kita,” tutupnya. (gis)

Penulis: Nur Fadillah Indah/ mediaetam.com

Bagikan:

Pos terkait