Sumbang Pilu di Teluk Balikpapan

protes nelayan teluk Balikpapan pada 8 Juni 2024 (Mediaetam.com)
protes nelayan teluk Balikpapan pada 8 Juni 2024 (Mediaetam.com)

SAHRUL lagi asyik memancing ikan. Sehari-hari, dia hidup dari ikan-ikan yang ada di Teluk Balikpapan. Namun, sebuah helm dilempar mengenai Sahrul. Kata si pelempar yang katanya keamanan perusahaan, Sahrul sudah melanggar aturan karena memancing di area yang sudah diberikan pemerintah untuk kapling-kapling industri.

Sahrul adalah salah satu nelayan dari Pantai Lango, Penajam Paser Utara. Sebuah desa di selatan Teluk Balikpapan, yang mayoritas masyarakatnya sudah hidup turun temurun sebagai nelayan. Namun, tempat mereka mencari nafkah makin sempit. Hidup pun makin terhimpit sebab, Teluk Balikpapan telah dikapling untuk industri. Mulai dari minyak sawit, migas, smelter nikel, batu bara, dan aneka industri di Kariangau. 

“Kami mau perusahaan tidak boleh marahi kalau kami memancing di sekitarnya, toh kita tidak maling. Hanya cari ikan,” kata nelayan Pantai Lango lainnya, Sulfan.

Sementara itu, Sadar, Koordinator KUB Kelompok Nelayan Pantai Lango memaparkan mencari ikan sudah makin susah. Selain ruang tangkap makin sempit, industri itu merusak ekosistem di Teluk Balikpapan. Mulai dari risiko limbahnya, hingga pembabatan areal mangrove yang seharusnya jadi pagar agar pencemaran di darat tidak ke teluk. Walhasil, mereka kini harus ke hilir arah Selat Makassar. Sementara, kapal mereka kecil. Sedangkan, ombak Selat Makassar lebih tinggi dibandingkan di Teluk Balikpapan.

Dulu, mencari ikan di teluk saja bisa dapat 10 kilogram ikan kakap atau trakulu. Sekarang hanya setengahnya. 

“Kita sudah sampaikan ke pemerintah PPU soal kondisi kita,” sambungnya.

Sementara itu, Hari Laut pada 8 Juni 2024 lalu, para nelayan melakukan protes bersama Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Lingkungan Kalimantan Timur. Mereka menegaskan lingkungan hidup yang baik dan sehat mencakup akses yang adil dan layak terhadap lingkungan yang tidak tercemar, air bersih, udara segar, serta kebijakan dan praktik yang mendukung kesehatan lingkungan.  Namun, di Kalimantan Timur saat ini, lingkungan hidup yang baik dan sehat tampak jauh panggang dari api. 

 

Meskipun dicanangkan IKN adalah kota masa depan yang maju dan hijau, namun dalam proses pembangunannya, justru menyebabkan berbagai penurunan kualitas lingkungan hidup, seperti debu yang senantiasa membersamai kendaraan proyek di wilayah Bumi Harapan hingga Sepaku. 

 

“Selain itu, terjadi penghancuran ruang hidup dengan adanya penggusuran paksa terhadap komunitas adat, menyebabkan hilangnya tanah dan mata pencaharian masyarakat, serta mempersempit ruang hidup mereka. Persoalan-persoalan ini membuat kami berinisiatif untuk mengadakan serangkaian kegiatan untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup dan Laut Sedunia,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil dalam siaran pers mereka. (offi/redaksi)

 

Bagikan:

Pos terkait