Kutai Kartanegara – Ratusan nelayan budidaya kerang dara di Kecamatan Muara Badak kembali turun ke jalan, Selasa, 4 Februari 2025. Mereka menggelar aksi di depan gerbang PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS), menuntut pertanggungjawaban atas dugaan pencemaran limbah yang menyebabkan matinya budidaya kerang dara mereka.
Persoalan ini bukan hal baru. Muhammad Yusuf, Humas aksi, mengatakan bahwa berbagai upaya telah dilakukan, termasuk mediasi yang difasilitasi oleh pemerintah kecamatan hingga tingkat kabupaten. Namun, hingga kini, solusi konkret belum juga muncul.
Kerugian Capai Rp 70 Miliar
Nelayan memperkirakan kerugian akibat pencemaran mencapai Rp 70 miliar. Angka itu didasarkan pada hitungan dari kelompok budidaya yang menyebutkan sekitar 774 ton bibit kerang ditebar, yang seharusnya berkembang menjadi 3.600 ton dalam waktu 1-1,5 tahun. Dengan harga pasar Rp 18.000 per kilogram, total kerugian nelayan ditaksir mencapai angka tersebut.
“Kami meminta ganti rugi Rp 10 juta per kepala keluarga untuk 299 nelayan. Namun, hingga kini belum ada kejelasan,” kata Yusuf.
Menurutnya, jika tuntutan itu terus diabaikan, aksi protes akan semakin besar. “Bahkan bisa berujung pada pemblokiran kegiatan pengeboran dan produksi PT PHSS,” ujarnya.
Pemerintah Minta Nelayan Bersabar
Di tengah ketidakpastian, Camat Muara Badak, Arfan, menyebut aksi yang terjadi adalah bentuk ketidaksabaran nelayan menunggu hasil investigasi. Ia mengatakan pemerintah telah melakukan serangkaian mediasi, termasuk melibatkan DPRD Kukar dan Universitas Mulawarman untuk uji laboratorium pencemaran.
“Sampel sudah diambil beberapa minggu lalu, tapi masyarakat merasa sebulan terlalu lama menunggu karena mereka yang terdampak langsung,” katanya.
Arfan juga menyebut ada rencana pertemuan lanjutan yang dijadwalkan pada 12 Februari 2025, dengan melibatkan DPRD Kukar, SKK Migas, dan perwakilan masyarakat untuk mencari solusi terbaik.
“Kami berharap nelayan bisa bersabar hingga hasil investigasi keluar,” ujar Arfan.
Namun, bagi para nelayan, menunggu bukan pilihan. Mereka mengancam akan terus menggelar aksi hingga ada kepastian ganti rugi.
“Jika tetap tidak ada respons, kami siap mengambil langkah lebih besar,” tegas Yusuf.
Tanggapan PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga
Menanggapi aksi tersebut, PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) menyatakan keprihatinan atas gagal panen kerang dara yang dialami para nelayan di Muara Badak.
“Perusahaan memahami kesulitan yang ditimbulkan oleh kejadian ini terhadap masyarakat yang terdampak,” kata Dony Indrawan, Manager Comrel & CID PT Pertamina Hulu Indonesia, melalui siaran pers tertulis.
Dony mengatakan bahwa PHSS telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan menghormati langkah yang diambil pemerintah dalam meneliti kemungkinan penyebab kejadian tersebut.
“Perusahaan berharap kerja sama dan kolaborasi yang baik dari seluruh pemangku kepentingan untuk mendukung langkah yang sedang diambil dan keputusan yang akan dibuat oleh pemerintah,” ujarnya.
Lebih lanjut, PHSS menegaskan komitmennya untuk menjalankan operasi hulu migas yang selamat, andal, serta patuh terhadap seluruh peraturan yang berlaku.
Sebagai operator aset hulu migas yang merupakan objek vital nasional, perusahaan mengimbau semua pihak untuk tetap mendukung kelancaran produksi demi ketahanan energi nasional. (Alf)