Mediaetam.com, Berau – Sepanjang tahun 2022, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Berau dalam hal ini Dinas Pengerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), mesti menghabiskan anggaran sejumlah Rp 70 miliar untuk menyelesaikan 11 paket proyek bronjong yang tersebar pada beberapa kecamatan di Kabupaten Berau.
11 paket proyek bronjong itu tersebar di Kecamatan Gunung Tabur, sejumlah 1 paket; di Kecamatan Sambaliung 4 paket; dan di Kecamatan Tanjung Redeb 6 paket. Namun tidak semua proyek bronjong, yang merupakan program pemerintah menyiapkan ketersediaan air untuk ruang terbuka hijau itu, berakhir tepat waktu.
“Sekarang ini yang belum selesai, setahuku dua atau tiga proyek dari 11 paket itu,” ungkap Kepala Bidang Sumber Daya Air pada DPUPR Kabupaten Berau Hendra Pranata kepada media ini, Selasa (24/01/2023).
BacaJuga
Berbeda dengan proyek pada umumnya, semua paket proyek bronjong yang didanai oleh Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi (DBH-DR) itu, secara administratif dan anggaran berjalan sangat terlambat. Jika proyek pada umumnya sudah dimulai pada bulan-bulan pertama awal tahun, proyek bronjong baru mulai dieksekusi pada bulan-bulan terakhir tahun anggaran berjalan.
“Mekanismenya, anggarannya turun di Bulan September, lalu lelang, dan baru dimulai pada Oktober. Mau tidak mau kami ambil proyek itu. Tidak mungkin kita tolak. Kita pemerintah itu tugasnya membelanjakan anggaran, menjadikan itu sebagai proyek. Begitu diberi anggaran, dengan segala resikonya siap kita kerjakan,” ungkap Kabid Hendra.
Menanggapi media ini terkait kesanggupan DPUPR memulai pengerjaan proyek bronjong pada akhir bulan bertepatan dengan musim penghujan itu, Kabid Hendra menerangkan bahwa proyek tersebut merupakan tugas yang mau tidak mau mesti dilaksanakan.
“Memang pas ditanya jawabannya hujanlah, pasang surutlah. Pasti itu jawabannya. Kalau jawaban kami, namanya tugas kita kerjakan. Tinggal dipikirkan caranya. Kalau jawaban kontraktor, walaupun begitu keadaannya, tetap ada untungnya, ada profitnya,” tegasnya.
Sedangkan terkait kendala yang sering dialami selama mengerjakan semua paket proyek tersebut, Kabid Hendra menjelaskan bahwa terdapat dua jenis kendala. Kendala itu yakni kendala yang dapat diduga dan kendala yang tidak dapat diduga.
“Kendala yang bisa diduga seperti hujan dan air pasang. Sedangkan kendala tak terduga dan yang paling berat kemarin itu yakni harga minyak yang naik drastis karena perang Rusia melawan Ukraina, ” jelasnya.
Kenaikan harga minyak akibat perang itu, ungkapnya, membuat banyak kontraktor mengeluh bahkan tidak mau lagi mengangkut material. “Kemarin itu kami terpukul gara-gara harga minyak naik sebab ada material batu yang diambil dari Tawao dan Palu. Kalau kawat bronjong kita ambil dari Jawa, Jakarta,” tambahnya.
Secara khusus, terkait proyek bronjong yang dibangun pada wilayah Sungai Kalibasau yang terletak di RT 16, Kelurahan Gunung Tabur, Kecamatan Gunung Tabur, dan berjalan tidak sesuai rencana karena faktor material dan air pasang seperti pemberitaan media ini sebelumnya; Kabid Hendra menegaskan bahwa kontraktor tetap diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaannya.
“Nah, masalahnya ini sudah lewat 31 Desember. Itu ada rujukan aturannya. Bahwa kontraktor itu boleh diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Apabila keterlambatan itu disebabkan oleh kesalahan kontraktor, maka kontraktor dikenai denda,” tambahnya.
Sedangkan soal kendala air pasang, Kabid Hendra menjelaskan bahwa belum ada solusi teknis terbaik yang mampu mengatasinya. Walaupun ada mesin pengering, itu pun membutuhkan minyak, termasuk mengangkut material.
Kepada media ini, pihaknya akan terus memantau kontraktor yang dikenai denda itu sampai menyelesaikan pekerjaannya. “Harapannya, agar proyek itu dapat diselesaikan secepatnya dan tetap awet ke depannya,” ungkap Kabid Hendra. (*/Elton Wada)
Editor: Elton Wada