Walhi Kaltim Catat Permasalahan Hak Lingkungan Hidup dan Konflik Tenurial yang Mengancam Kehidupan Masyarakat IKN

Paparan Walhi Kaltim
Paparan Walhi Kaltim

Mediaetam.com – Berdasarkan data dari WALHI Provinsi Kalimantan Timur, wilayah Delinasi IKN memiliki total luas 254.102 Ha. yang meliputi dua kabupaten, yaitu kabupaten kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara (PPU) dan mencakup 53 Desa Kelurahan/Desa. Walhi pun telah menemukan dan mengadvokasi sejumlah permasalahan konflik tenurial hingga hak lingkungan hidup yang mengancam warga di kawasan tersebut.

Dijelaskan Oleh Direktur Walhi Kaltim, Fathur Roziqin Fen bahwa, terdapat begitu banyak tumpang tindih diatas kawasan Delienasi IKN tersebut.

Bacaan Lainnya

“Contoh, keluarnya HGB sepihak di desa Binuang, Talemow dan Maridan, tidak pernah mengacu kepada beberapa aturan soal terbitnya HGB misalnya pada pemetaaan, pelepasan hak, bahkan dari pemerintah desa pun tidak mengetahui diatas kawasan tersebut terdapat HGB,” ungkap Roziqin, Saat Kegiatan Briefing Bersama Jurnalis di Sekretariat WALHI Kaltim, Senin (5/11/12)

Bahkan menurutnya, beberapa diantara warga setempat yang berjuang mempertahankan hak atas lahan justru mengalami tindakan kriminalisasi oleh pihak perusahaan.

Selain itu, Iqin sapaan akrabnya juga mempertanyakan 53 Desa/kelurahan yang berada kawasan di IKN dari sisi pemerintahannya.

“Nah, dari sisi ini menjadi pertanyaan apakah desa-desa yang berada dalam kawasan Delinasi IKN ini akan menjadi kelurahan atau atau tetap menjadi desa. Karena berbicara kawasan Ibu Kota Negara maka sudah dipastikan tidak ada lagi yang namanya pemerintahan desa,” terangnya.

Lebih lanjut, iqin juga menduga ketidakjelasan lain dari nasib 53 Desa/Kelurahan di Kawasan IKN. Yang dimana apabila tidak ada kejelasan soal status penyelesaian konflik agrarianya, maka cenderung ini akan memberikan peluang bagi konsesi-konsesi ekstrim seperti izin usaha pertambangan, izin perkebunan, dan izin kehutanan.

“Seperti kasus di Talemow dan Bumi Harapan kalau tidak segera ditemukan skema penyelesaian konflik agrarianya, maka secara konsesi itu cenderung akan menguntungkan pihak pemegang izin usaha dengan mengacu pada Revisi UU IKN yang terakhir, bayangkan saja HGU itu 180 tahun dan HGB 160 Tahun. Artinya tidak ada jaminan masyarakat dapat memperoleh linkungan hidup yang layak bila tidak ada perbaikan pada UU IKN ini,” jelasnya.

WALHI Kaltim sendiri melansir sejumlah data tumpang tindih perizinan di wilayah Delienasi IKN, yang terdiri atas.

Antara izin pertambangan dan kehutanan sebesar 33.742,63 Ha. Selain itu, ada izin pertambangan dan perkebunan yakni 53.731,31 Ha. Dan yang terakhir izin perkebunan dan kehutanan sebesar 1.382,55 Ha. Total data tumpang tindih dari semua jenis izin yang ada adalah seluas 3,644, 08 Ha.

Selain itu, Iqin juga menyebutkan tiga aktor yang terlibat dalam konflik tenurial di wilayah delineasi IKN diantarnya, Bank Tanah, KIPP dan PT ITCIKU.

Dimana untuk Bank Tanah, berdasarkan konfirmasi dari WALHI Kaltim mereka telah mematok lahan ex HGU dan lahan warga di Kelurahan Gersik dan Pantai Lango sejak tahun 2022. Bahkan melakukan perampasan lahan warga untuk keperluan pembangunan VVIP bandara IKN.

Selanjutnya, di Desa Suka Raja, Kelurahan Sepaku, Desa Bumi Harapan, dan Desa Pemaluan yang merupakan wilayah pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN juga berdampak pada lahan sekitar. Lahan warga diambil untuk pembangunan IKN, dengan janji ganti rugi secara sepihak. Sehingga mengalami kerugian. Sebagian warga memilih untuk mempertahankan rumahnya dan lahan namun menerima intimidasi.

Terakhir, PT ITCIKU yang sejak tahun 2017 melakukan penggusuran terhadap lahan warga di Desa Telemow, Desa Binuang, dan Kelurahan Maridan. Dengan dalih kawasan tersebut adalah HGB dari PT ITCIKU (ARSARI GROUP). (Mujahid/Mediaetam.com).

Bagikan:

Pos terkait