Mediaetam.com, Jakarta – Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja mengubah aturan larangan untuk pengusaha saat mengadakan PHK kepada karyawan.
Larangan PHK ini berlaku pada beberapa kondisi tertentu sesuai dengan yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 terkait Ketenagakerjaan.
Berdasarka Perppu Cipta Kerja, pengusaha dilarang mengadakan PHK kepada karyawan pada 10 kondisi yang telah diatur pada Pasal 153 ayat (1) huruf a sampai j.
BacaJuga
Berikut ini 10 kondisi dilarang mengadakan PHK yaitu :
- berhalangan masuk kerja disebabkan oleh sakit berdasarkan keterangan dokter selama waktunya tak lebih dari 12 bulan dengan terus-menerus
- berhalangan melakukan pekerjaannya disebabkan memenuhi kewajiban kepada negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
- melakukan ibadah yang telah diperintahkan agamanya
- menikah
- hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
- memiliki pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/ Buruh lainnya pada satu Perusahaan
- mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pekerja/ Buruh mengadakan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau pada dalam jam kerja berdasarkan kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang telah diatur pada Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama
- mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib tentang perbuatan Pengusaha yang mengadaksn tindak pidana kejahatan
- perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
- kondisi cacat tetap, sakit yang disebabkan oleh kecelakaan kerja, atau sakit yang dikarenakan Hubungan Kerja berdasarkan surat keterangan dokter dengan jangka waktu penyembuhannya yang belum bisa dipastikan.
“Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum dan Pengusaha wajib mempekerjakan kembali Pekerja/Buruh yang bersangkutan,” isi perubahan Pasal 153 ayat (2) UU 13/2003 sesuai dengan perubahan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Minggu (1/1/2023).
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengesahkan Perppu Cipta Kerja, Jumat (30/12/2022) yang menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.
Keputusan Presiden Jokowi mengesahkan Perppu Cipta Kerja mendapat kritikan keras dari Koordinator Tim Kuasa Hukum Penggugat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Viktor Santoso Tandiasa.
“Tindakan ini adalah bentuk perbuatan melanggar hukum pemerintah atas putusan MK. Bahkan, dapat dikatakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi,” tutur Viktor.
Viktor menuturkan bahwa MK pada putusannya memberikan amanat supaya pemerintah dan DPR mengadakan perbaikan prosedur pembentukan UU Cipta Kerja dan memaksimalkan partisipasi publik.
Bukannya melakukan amanat konstitusi tersebut, pemerintah malah mengadakan pembangkangan dan menempuh jalan pintas dengan cara menerbitkan Perppu.
“Sebagaimana amanat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, apabila dalam dua tahun atau sampai dengan 25 November 2023 tidak diperbaiki, maka akan inkonstitusional secara permanen,” tutur Viktor.
“Namun, ternyata pemerintah bukannya memanfaatkan dua tahun ini untuk memperbaiki tapi malah mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tersebut diharapkan kepastian hukum dapat terisi dan ini merupakan implementasi dari putusan MK.
Airlangga menuturkan putusan MK yang mengatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat sudah memberikan pengaruh terhadap perilaku dunia usaha di dalam dan luar negeri yang menunggu kelanjutan UU tersebut.
Oleh karena itu, pemerintah berpendapat perlu adanya kepastian hukum dari UU tersebut dikarenakan pemerintah mengatur bahwa defisit anggaran tahun depan sudah tak boleh melebihi 3 persen dan memiliki target investasi sebanyak Rp 1.400 trilun.
Ketua Umum Partai Golkar itu menilai jika Perppu Cipta Kerja juga telah mendesak dikeluarkan sebab Indonesia dan semua negara sedang terkena krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim.
“Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak, pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi,” tutur Airlangga saat konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (30/12/2022).
Airlangga mengatakan saat ini Indonesia sedang menghadapi potensi adanya resesi global, peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi.
Selain itu, jumlah negara yang menggantungkan dirinya kepada Dana Moneter Internasional (IMF) juga kian bertambah.
.”Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait geopolitik tentang Ukraine-Rusia dan konflik lain juga belum selesai,” kata Airlangga.
Sebelumnya MK mengatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat di November 2021 lalu.
Mahkamah berpendapat metode penggabungan atau omnibus law pada UU Cipta Kerja tak jelas apakah metode itu termasuk pembuataan UU baru atau mengadakan revisi.
Mahkamah berpendapat saat pembentukannya, UU Cipta Kerja tak memegang asas keterbukaan pada publik walaupun telah mengadakan sejumlah pertemuan dengan berbagai pihak.
Akan tetapi pertemuan tersebut dirasa belum sampai di tahap substansi UU.
Begitu juga dengan draf UU Cipta Kerja yang dirasa Mahkamah tak mudah diakses oleh publik.
Oleh sebab itu, Mahkamah mengatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tak diadakan perbaikan pada jangka waktu 2 tahun usai putusan dibacakan.
Jika pada jangka waktu 2 tahun tak diadakan perbaikan, UU Cipta Kerja itu akan secara otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen.
Sumber : Perppu Cipta Kerja: Pengusaha Dilarang PHK Buruh yang Hamil atau Jadi Anggota Serikat
Editor : Eny Lestiani