“Lamuba hendak melawan laju modernisasi dengan mengedepankan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat Banua.”
Oleh: Elton Wada – Berau
Mediaetam.com, Berau – “Menopang Bumi yang Dipijak, Menyanggah Langit yang Dijunjung,” menjadi motto sekaligus spirit yang menggerakkan Lambaga Mupakkat Urang Banua (Lamuba).
Dibentuk pada 13 Agustus 2016 silam, menggantikan organisasi awal Urung Rembuk Urang Banua, Lamuba ingin terlibat dalam memajukan daerah Kabupaten Berau dalam berbagai aspeknya.
Tak hanya itu, kehadiran Lamuba merupakan bagian dari respon sekaligus kritik atas pengaruh modernisasi dan perkembangan teknologi yang berkembang begitu pesat.
Ditopang oleh sendi-sendi adat, budaya, dan peradaban kultural yang tinggi luhur, Lamuba hadir dengan narasi dan cita-cita besar (grand narrative) sebagai perekat dan pemersatu orang Banua yang mendiami Bumi Batiwakkal.
Kepada media ini, Rabu (31/5/2023), Anggota Dewan Komisioner Lamuba yang juga salah satu staf pada Komisi III DPRD Berau, Aliansyah menegaskan bahwa keresahan atas pengaruh modernisasi mendesak pemuda-pemuda Banua untuk mulai memikirkan kembali kebudayaannya sendiri.
Inisiatif para pemuda ini kemudian didukung oleh tokoh-tokoh atau para sesepuh Banua, dengan berlandas pada kecemasan empirik bahwa efek domino modernisasi bersifat multiaspek. Budaya dan peradaban lokal bisa tergerus tanpa ada kekuatan yang mampu mengimbanginya (counter hegemony).
Karena itu, lembaga yang berstatus bebas tanpa pengaruh kepentingan politik apapun ini, hendak melawan laju modernisasi dengan mengedepankan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat Banua.
“Selain modernisasi, lembaga ini juga dibentuk mengingat banyak kebudayaan dan perkumpulan di Berau yang memiliki kegiatan-kegiatan yang bercorak kedaerahan atau lokalitas. Kehadiran lokalitas lain itu menjadi dorongan lain bagi kami untuk membentuk Lamuba,” sambungnya.
Lamuba yang dibentuk ini kemudian dijadikan lembaga khusus dengan tugas mengembangkan potensi intelektual masyarakat Banua, menyelenggarakan penelitian, seminar, dan festival yang mengacu pada kebudayaan daerah dan kearifan lokal, dan sebagainya.

Setelah berdirinya Lamuba, satu hal yang mulai dibuat yakni mendorong Bahasa Banua agar dapat dimasukan dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar (SD) dan menjadi salah satu bahasa keseharian yang bisa dipakai bukan hanya oleh orang Banua melainkan juga para pendatang yang ingin mempelajarinya.
“Niat ini lalu diajukan ke DPRD Berau agar dibuatkan RDP. Rapat itu dimaksud agar dibuat sebuah perda khusus yakni Perda Bahasa Banua. Perda ini pada akhirnya dibuat dan memang mesti harus memiliki aturan turunannya berupa peraturan bupati. Namun sampai saat ini, hal itu belum terealisasi,” tandasnya.
Dibuatnya perda khusus Bahasa Banua tersebut juga bertujuan agar Bahasa Banua bisa singgah dan menetap di hati masyarakat. Selain itu agar masyarakat dari luar pun bisa mengetahui dan menggunakan Bahasa Banua, di samping penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
“Dan hal ini akan kami perjuangkan. Sebab, kami sudah bangun dari tidur dan merasa kelestarian Bahasa Banua sangat penting. Kami juga perjuangkan agar tidak hanya Bahasa Banua yang masuk dalam kurikulum pendidikan tetapi juga kesenian-kesenian daerah Banua,” imbuhnya.
Untuk melestarikan budaya lokal Banua ini, Lamuba juga pernah menyelenggarakan beberapa kegiatan seperti pentas seni tari dan musik, pertunjukan kuliner, dan sebagainya.
Agar kegiatan dan program-program dapat terlaksana dengan baik dan terjadwal, Lamuba kemudian menetapkan program-program yang mesti dibuat baik untuk jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Untuk jangka pendek, Lamuba akan mencoba menggali sejarah Banua dan mendokumentasikan kembali kebuduyaan dan kesenian-kesenian daerah orang Banua melalui penelitian-penelitian.
“Itu akan kami laksanakan dalam beberapa bulan ke depan. Kalau jangka menengah, kita akan mencoba mempublikasikan dan mempromosikan kesenian-kesenian daerah yang sudah digali tersebut agar makin banyak dikenal secara luas baik melalui seminar maupun melalui publikasi di media,” bebernya.
Sedangkan untuk jangka panjang, Lamuba hendak memperkuat barisannya agar kebudayaan Banua makin dikenal luas seperti dulu.
“Kami pun siap memperkenalkan kebudayaan Banua di sekolah-sekolah dan tempat umum lain termasuk di Bandara agar ketika ada wisatawan yang datang mereka pun bisa mengenal kebudayaan Banua.”
“Kami pun akan coba membuat kegiatan secara berkesinambungan per 6 bulan. Ya, kita menampilkan kesenian, makanan khasnya, dan sebagainya yang berbau Banua. Kita pun akan melaksanakan agenda-agenda yang masih tertunda untuk dilanjutkan kembali termasuk menggalakkan dan menghidupkan kembali ekonomi kreatif,” bebernya.
Menanggapi media ini terkait kontribusi Pemkab Berau terhadap kehadiran lembaga tersebut Aliansyah menjelaskan bahwa sampai saat ini, semua kegiatan Banua selalu mendapat dukungan baik secara moril maupun materiil dari Pemerintah Daerah.
“Tapi pemerintah, misalnya Dinas Pendidikan atau Dinas Pariwisata pun tidak akan memperhatikan kami, bila kami tidak bergerak dan mengajak pemerintah untuk bekerja sama,” kuncinya. (*)