BEM FISIP Unmul Soroti Kebijakan Pendidikan Tinggi Tahun 2020, Dianggap Tak Berpihak pada Mahasiswa

 

Mediaetam.com, Tenggarong – Tahun 2020 akan segera selesai, namun persoalan pendidikan tak kunjung usai. Ada berbagai catatan kritis tahun ini yang perlu jadi perhatian.

Bacaan Lainnya

Dimulai dari kebijakan, penyelenggaraan, hingga pembungkaman nalar kritis mahasiswa.

 

Hal ini disampaikan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman Iksan Nopardi saat dihubungi Mediaetam.com, Kamis, (31/12/2020).

 

Dirinya menilai, peran pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dalam satu tahun terakhir jauh dari demokratisasi yang diamanatkan dalam konstitusi.

 

Dia menyorot kebijakan yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

Pertama terkait Kampus Merdeka. Dengan dalih bahwa mahasiswa harus lebih inovatif dan kreatif, perguruan tinggi dituntut untuk dapat membentuk karakter mahasiswa sebagai pemimpin masa depan.

 

Namun kalau ditelaah kembali menurutnya justru kebijakan Kampus Merdeka menjauhkan dari nilai-nilai tridharma perguruan tinggi.

 

“Misalnya kemudahan Perguruan Tinggi untuk merubah statutanya menjadi PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum) yang justru semakin memperluas praktik komersialisasi pendidikan,” ucap Iksan, sapaan akrabnya.

Dengan dalil otonomi, kampus akan mencari biaya sendiri untuk biaya operasional. Pada akhirnya, yang paling mudah dilakukan adalah menaikkan biaya kuliah.

 

“Pendidikan tinggi akan semakin sulit dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah,” ucap Iksan.

 

Kedua, Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 terkait keringanan UKT bagi mahasiswa selama pandemi covid-19. Kebijakan tersebut tidak menjawab permasalahan yang dihadapi mahasiswa. Karena, mahasiswa tetap wajib membayar UKT secara penuh pada setiap semester (Pasal 9 ayat 1).

 

Padahal menurutnya sangat rasional kemudian penurunan UKT karena proses perkuliahan dilakukan secara daring, yang secara tidak langsung penggunaan fasilitas dan sarana prasarana kampus tidak terpakai. Terlebih dalam kondisi pandemi, harusnya keringanan UKT dilakukan secara general.

 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) cenderung lepas tangan terhadap persoalan tersebut, karena kebijakan itu kembali ke perguruan tinggi masing-masing.

 

“Kampus leluasa menentukan peraturan yang tidak berkeadilan, diskriminatif, serta jauh dari harapan mahasiswa dengan dalih aturan tersebut,” ucap Iksan Mahasiswa Psikologi angkatan 2016 tersebut.

Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman Iksan Nopardi

Ketiga, Surat edaran Kemendikbud pada (9/12/2020) yang isi dari surat itu secara tidak langsung memberi larangan kepada mahasiswa untuk tidak mengikuti kegiatan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja.

 

Hal ini justru menciderai semangat reformasi dan kebebasan berpendapat warga negara khususnya mahasiswa. Padahal, kemerdekaan menyampaikan pendapat sudah diatur dalam konstitusi negara.

 

Demokratisasi Kampus dan Pembungkaman Nalar Kritis Mahasiswa

 

Iksan mencatat semenjak Nadiem menjabat marak terjadi kasus sanksi akademik bahkan drop out terhadap mahasiswa. Padahal kebebasan akademik, kebebasan berpendapat adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dan hal yang harus dijunjung tinggi oleh kampus.

 

Dirinya menyebutkan kasus penjatuhan sanksi drop out di tahun 2020 ini antara lain 28 Mahasiswa UKI Paulus dikeluarkan dari Kampus hanya karena melakukan aksi demonstrasi terkait syarat pengurus organisasi kemahasiswaan. Lalu 37 Mahasiswa Universitas Nasional yang diskorsing dan drop out hanya karena menuntut keringanan UKT selama masa pandemi covid-19.

 

Bahkan baru-baru ini seorang mahasiswa Unnes yaitu Frans Josua Napitu yang mendapat skors enam bulan hanya karena melaporkan Rektornya kepada KPK atas dugaan tindak pidana korupsi, dan masih banyak lagi.

 

“Hal tersebut sudah menjadi bukti konkret pembungkaman, pengkerdilan ruang kebebasan sipil di lingkungan kampus,” ucap Iksan

 

Hal ini menurutnya juga suatu kemunduran demokrasi di Indonesia, terlebih dalam kampus. Padahal, kampus sebagai institusi pendidikan harusnya tidak mengekang kebebasan berekspresi dan ruang gerak mahasiswa dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai kaum intelektual.

 

Dirinya menambahkan negara harus menjadikan pendidikan sebagai alat mencerdaskan kehidupan bangsa dan dapat diakses semua pihak. Kampus juga harus jadi laboratorium kepemimpinan dan hanya dapat terjadi ketika kampus menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi mahasiswa. (Akbar)

Bagikan:

Pos terkait